Kamis, 25 Desember 2014

Hafalan Surat Si Evi

"Aduh, sulit, Mas." Evi mengeluh menatap ayat panjang yang harus dihafal. Dan setiap kali itu pula, aku harus memotivasinya. Menunjukkan kembali berlembar-lembar ayat yang telah dihafalnya. Lalu membandingkannya dengan ayat yang kini tengah ia hadapi.
"Coba lihat, jumlah ayat yang sudah kamu hafal dengan ayat ini banyakan mana?"
"Banyakan ini, Mas," jawabnya dengan sedikit lesu.
"Nah, masih merasa sulit?"

Selasa, 16 Desember 2014

Sholeh dan Santrinya (Mencium Cewek?)

Seperti biasa, di hari Rabu, setelah magrib aku mengajarkan kaligrafi pada ashhabul gubug junior (sebutan untuk santri Si Sholeh). Setelah itu, kami bersholawat bersama, dengan syi'ir hasil gubahanku. Mau tahu seperti apa sholawatnya? Seperti ini,

Sholaatulloh salaamulloh
'Ala thoha Rosuulillah
Sholaatulloh salaamulloh
'Ala yaasiin habibillah

Anak sholeh rajin mengaji
Tingkah lakunya sopan terpuji
Anak sholeh tak suka menyakiti
Rajin ibadah suka memberi

Selasa, 09 Desember 2014

Rahasia Rejeki

Waktu itu, aku tengah berada di majlis ilmu. Duduk bersama rekan sejawat untuk mengalunkan sholawat, atas Rasulullah Sang Penyampai Rahmat. Menjelang acara dimulai, seekor belalang terbang ke sampingku. Sedang di dinding gubug, yang terbuat dari anyaman bambu, di sebelah kanan, seekor tokek tengan jalan-jalan mencari mangsa.
Dalam keadaan seperti itu, aku berinisiatif melempar belalang tadi ke arah Tokek. Belalang pun terbang terpaksa dan akhirnya hinggap pas di depan hewan loreng itu. Namun malang nasibnya, ketika hendak menerkam, belalang sanggup menghindar. Dan terbang ke dinding seberang. Melihat hal tersebut, aku berujar, "Belum rejekinya."

Senin, 08 Desember 2014

Ketika Rindu Tak Berpintu

Tahukah engkau, butiran-butiran rindu yang mengembun di talas hati? Setelah semalaman tadi rintik.
Berseluncur ke sana kemari, dalam diamnya otak kiri.

Tahukah engkau, bagaimana cara ia menggigilkan hati? Sungguh, tak mampu ditelan ainku.

Sepurnama tadi ... Lebih dari selaksa puja pada-Nya, terapal indah. Hanya untuk mengalirkan renjanaku, pada tempat seharusnya dan menghitamkan bayangmu di pekat malam.

Lantas, sepi dan beku tetap memenjarakan semua inginku.
Adakah engkau tahu?
Cara lain mengatasi ini?
Karena aku terlalu jengah dengan balada laba-laba bermuka dua.

Ia mengejekku melalui denting jaringnya. Mengalunkan nada-nada sendu. Membuat bayangmu tak kunjung keruh.

Kini, haruskah aku memaki benang merah? Yang menautkan ain kita di purnama kedua belas?
Ataukah engkau berkenan, mengautkan segala yang tercerai dari hati ini?
Menyusunnya menjadi pintu, untuk kubuka dan merengkuh kembali sabitmu yang telah pergi.

Atau dengan terpaksa, biarkan aku beramnesia. Agar semua perih itu gugur bersama mimpi indah masa lalu. Hingga aku mampu, menatap seminya harapan baru di ujung pagiku, yang sendu.

AM. Hafs
Malang, 08 Desember 2014

Jumat, 05 Desember 2014

Pengaruh Orang Tua Terhadap Salat Si Anak

Aku salut pada perkembangan sikap David. Bagaimana balita bisa menjalankan salat lima waktu dengan lengkap. Meski terkadang ada rasa malas yang muncul di dirinya, namun tak butuh dua kali perintah untuk membuatnya mendirikan sholat. Bahkan tak jarang pula, dia yang mendahului dengan bertanya, "Bu, sekarang salatnya berapa kali?" yang maksudnya berapa rakaat.

Semua tak lepas dari didikan orang tua dan lingkungannya. Di rumah ini semua orang terdekatnya mengerjakan sholat. Sehingga, ketika dia tidak mendirikan salat, ada perasaan malu yang muncul.
Hal itu juga menjadi pembuktian, sebuah teladan lebih dahsyat dari kata-kata.

Di sudut rumah yang lain pernah kutemukan, bagaimana sulitnya menyadarkan seorang anak bahwa salat lebih dari kewajiban.

Hari Jumat adalah jadwalku mengisi musala di samping rumah. Ada sekitar 15 anak dan remaja yang tiap sesudah magrib hadir menuntut ilmu.

Hari itu, kuceritakan tentang pengetahuan salat. Terutama bagi mereka yang telah remaja. Pada kesempatan itu, aku bertanya pada seorang anak kelas 7 SMP, "Sehari salat berapa kali?"

Dia tersenyum, cengar-cengir sebelum akhirnya menjawab, "Dua kali, Mas."

"Magrib Isya saja?" Aku mencoba menebak.

"Hehe, iya."

"Duhur enggak?" dia hanya tersenyum, "pulang sekolah jam berapa?"

"Jam 1, Mas."

"Langsung kemana? Maen?"

Dia menunduk dengan senyum malu-malu.

"Salat dulu to, Le. Baru maen. Sudah kelas tujuh lo kamu. Coba mulai besok salat, ya?"

"Hehe, malu, Mas?" Jawabnya sambil menggaruk kepala.

"Lho, kok malu?" Aku heran.

"Orang tuanya gak ada yang salat, Mas." Seorang anak yang masih sepupunya menyahut.

"Eh?" Aku terdiam. "Yawes, kalau malu salat di rumah, coba kalau sekolah bawa sarung. Di sekolahmu ada musala kan? Pulang sekolah mampir dulu ke situ, salat. Jangan lupa juga doakan orang tuamu. Kasihan, Le. Mulai besok sanggup ya? Jumat depan kucek lagi."

Begitulah, yang satu malu ketika tidak mendirikan salat. Satunya lagi sebaliknya. Semoga bisa diambil hikmahnya.

AM. Hafs
Malang, 05 Desember 2014

Selasa, 02 Desember 2014

Buku Berpenyakit Hati

Judul Buku          : Animus Seven Days
Penerbit              : Lovrinz Publishing
Penulis                 : Ajeng Maharani
Tebal                     : viixxxv + 296 Halaman
Cetakan               : September 2014
Peresensi            : Muhammad Agus Riwayanto (AM. Hafs)
(Alumni MA Darul Karomah Singosari, Pengelola Rumah Sebuku 2 di Malang, Koordinator Komunitas Bisa Menulis (KBM) Regional Malang)

Buku Berpenyakit Hati

Sebuah topic yang tak akan pernah habis diulas. Sebuah makalah yang tak akan pernah tuntas dipresentasikan. Seperti itulah gambaran ketika mengupas masalah hati. Hati yang mampu berbicara tanpa suara. Seolah menyimpan beragam misteri, juga keunikan. Lebih khusus lagi jika membahas tentang penyakit hati. Beribu atau bahkan berjuta tulisan telah mengupasnya. Karena memang penyakit yang satu ini berbahaya namun tak kasat mata. Bahkan terkadang tak dirasa.

Penyakit hati, kerap kali membuat seseorang sengsara tanpa disadarinya. Mulai dari iri, dengki, sombong, dendam, benci, sum’ah. Apabila sudah menggerogoti hati, maka sulit untuk diobati. Karena cara pengobatannya tak mungkin dilakukan seperti ketika mengalami sakit fisik.
Jika sakit fisik, kita hanya perlu meminum obat sesuai saran dokter. Tapi ketika sakit hati, obatnya hanyalah olah jiwa, muhasabah. Itu pun hanya bisa dilakukan oleh orang yang sadar bahwa dirinya tengah sakit. Sedang bagi mereka yang tak menyadarinya, akan terus menerus termakan penyakit, yang berimbas pada buruknya tabiat juga pemikiran.BBerkaca dari hal tersebut, kehadiran Novel Animus seolah ingin membawa pembaca menyadari keberadaan penyakit hati. Di dalamnya, secara tersirat digambarkan, bagaimana manusia-manusia yang tak sadar dengan penyakit yang merasukinya akhirnya bertabiat buruk.

Sebuah novel bergenre thriller ini menyajikan cerita secara maju-mundur dalam beberapa part. Berkisah tentang empat tokoh utama, dengan background yang berbeda namun berpenyakit sama. Dendam. Dari mula yang berbeda juga, namun berakhir dalam ujung pertemuan yang saling berkaitan. Dikemas apik dalam kadar penasaran yang pas, membuat pembaca enggan untuk berhenti menjelajahi tiap kalimatnya.

Berdasarkan isi cerita, novel ini dikhususkan untuk pembaca dewasa. Karena di dalamnya terdapat adegan yang akan membuat hati begidik ngeri. Penggambaran tokoh antagonis yang detail, membuat pembaca ikut larut dalam kebencian.  Tak lupa, setting yang dilukiskan dengan diksi terpilih, juga mendukung imajinasi untuk menggambarkan dengan lebih jelas.

Kejadian demi kejadian, mampu menyihir pembaca untuk turut merasakan dan menyelami keadaan para tokoh. Padahal, novel ini disusun hanya dalam rentan waktu sebulan. Bagi penulis pemula, novel ini akan menjadi gudang kosakata. Karena sang penulis pandai menggabungkan kata menjadi idiom-idiom cantik tanpa membingungkan pembaca.

Membaca novel ini sama dengan bermuhasabah. Karena tanpa sadar, kita akan diajak menekuri tiap akibat dari keburukan penyakit hati yang terturuti. Satu kekurangan dari novel ini, kesadisan yang digambarkan, membuatnya tak bisa direkomendasikan untuk pembaca-pembaca bermental lemah dan juga anak-anak. Sedang bagi mereka yang suka cerita horor, novel ini akan mejadi kado yang pas dan memuaskan. 

Senin, 01 Desember 2014

Keutamaan Anak Zaman Dulu

Soul, kau tahu kenapa anak dulu tak pernah membantah, ataupun bertanya, ketika orang tua mereka melarang sesuatu? Walau dengan alasan yang aneh? Ya, Aneh. Seperti, jangan duduk di atas bantal, nanti bisulan. Jangan minum sambil berdiri, nanti betisnya besar. Dan beberapa nasehat 'aneh' lainnya? 

Hanya Celoteh Kecil, Cukup Dilirik Saja

Selamat datang Desember dan juga Safar. Pada bilangan ketujuh Safar aku pertama kali menangis. Tangisan yang hingga sekarang tak kuketahui sebabnya. Apakah karena ketakutan menghadapi dunia baru atau karena keluar dari zona nyaman rahim ibu? Entah. Yang jelas kini telah sampai pada putaran ke 23.

Di putaran ini, beberapa orang telah merengkuh mimpi. Sedang aku masih berkutat dengan segala keluh. Menatap hal-hal yang sebenarnya lebih baik diabaikan.

Ada yang bilang aku tengah mengepak sebagai kupu-kupu. Kupu-kupu macam apa? Yang kulihat masih bayang semu. Semua hitam yang melekat mengaburkan pandangan. Hingga kadang aku tersesat pada bunga semu dunia.

Rabu, 26 November 2014

Sahabat

Sahabat, pada gelas-gelas kaca kumuseumkan segenap denting kisah. Membiarkan airnya ikut menggelombang, menyaksikan langkah hidup kita.

Sahabat, selalu ada rindu untuk berkumpul. Mengudarakan tawa penuh cinta. Melangitkan mimpi-mimpi masa muda. Bersenandung bersama, mengalahkan hangatnya api unggun yang terlingkari. Hal itu pula yang kini kuabadikan di dalam bayang gelas bening di atas meja tua.

Sahabat, denting gelas kan selalu jujur. Ia berdenting keras ketika dipukul keras, dan sebaliknya. Karena itu, aku berharap ... kisah klasik nan unik kita nantinya dapat berdenting sejujurnya. Berkisah hingga membuat anak cucu berkaca-kaca.

Minggu, 23 November 2014

Alasan Wudhu Sebelum Tidur

"Man, kalo udah ngantuk tidur aja."

"Bentar nih, Gus, tanggung."

"Mata udah merah masih juga maksa."

Maman hanya diam, fokus tingkat tinggi ke layar laptop. Persiapan presentasi besok pagi, katanya. Aku bangkit dari kamar tidur, menuju kamar mandi. Sekembalinya dari kamar mandi, Maman bertanya, "Abis ngapain?"

Kamis, 20 November 2014

Kisah Ulama Dahulu

Hari ini memperoleh cerita tentang masa lalu Mbah Mansur, pengasuh pondok Darul Ulum Asy-Syar'iyah di Daerah Jolotundo, Mojokerto.

Beliau mondok selama 25 tahun. Meninggalkan seorang istri dan dua orang anak. Sewaktu mondok di Syekh Mahmud Cirebon, Syekh mengabarkan jika putranya Si Mbah, yang waktu itu umur 5 tahun meninggal, Padahal Keluarga Si Mbah ada di Jombang dan waktu itu belum ada sarana telekomunikasi seperti sekarang. Itulah karomah Syekh Mahmud.

Pada waktu itu, Syekh Mahmud menawarkan agar Mbah Mansur pulang terlebih dahulu. Tapi beliau menolak. Lebih memilih menyelesaikan ilmunya.

Kisah ini mirip dengan cerita Syekh Muhammad Dimyathi, Cidahu, Banten. Biasa dipanggil Abuya Dimyathi. Suatu hari salah seorang putra beliau meninggal. Karena saking takutnya putra yang lain tidak berani membawanya ke hadapan Abuya. Hingga tiba saat mengaji, Abuya bertanya, "Mana Jayid?"
"Tidak ada," jawab salah seorang putra beliau.
"Tidak ada? Kemana?"
"Meninggal"
"Oou Mati, Yawes ngaji dulu." Diceritakan oleh guruku yang waktu itu mondok di sana. Beliau melanjutkan aktifitas ngaji sebagaimana biasa. Tanpa terlihat ekspresi kesedihan. Esok harinya, setelah pemakaman, malamnya tahlil sebentar dan mengaji lagi. Seolah tidak ada kata libur. Abuya sendiri, sakit separah apapun, beliau akan tetap mengaji. Sungguh, akhlak ulama terdahulu. Pondok abuya sendiri dianggap sebagai tingkat S2nya pesantren. Bahkan dunia kepesantrenan sempat geger, gara-gara Abuya mengajarkan Al-Umm, kitab legendaris karangan Imam Syafi'i.

Kembali ke Mbah Mansur. Sewaktu bercerita, beliau sempat menangis tersedu lama. Penyebabnya adalah karena beliau ingat salah salah seorang rekannya, Mbah Dol. Yang masyhur terkenal sebagai wali. Makam Mbah Dol di daerah pandaan. Mbah Mansur menangis karena beliau merasa malu, karena tidak bisa melakukan apa yang dilakukan Mbah Dol semasa hidup. Mbah Dol yang semasa hidupnya mengemis, ternyata itu adalah cara beliau menghabiskan rasa malu terhadap manusia. Lantas, semua rasa malu itu beliau berikan kepada Allah. Ya, hanya rasa malu kepada Allah yang akhirnya dimiliki Mbah Dol. Memang dan sering, corak kehidupan para wali tak bisa diterima akal sehat. Sebabnya satu, karena maqam kita takkan sampai memahami keluhuran maqam mereka.


AM. Hafs

Beginilah Aku Menyikapi, Perih

Di fajar ini, aku tertegun. Memikirkan dia, yang terkadang masih menari di antara perihku. Bukan perih karena dia pergi, tapi perih melihat caranya mengobati hati. Berloncatan dari hati ke hati. Andai dia tahu, seberapa kali pun dikejar, cinta semu akan tetap menipu.

Sedikit terbesit tanya, apa cintanya begitu dalam padaku? Hingga untuk menghapusnya, sampai harus mencari hati yang baru. Namun, tak bisa dipungkiri,  tiap manusia memang mempunyai cara yang berbeda, untuk menyikapi hidup.

Sahabat, daripada mengejar cinta semu yang baru, aku lebih memilih mengejar mimpi dan cita-cita. Menyibukkan diri memperbaiki diri dan mengejar cinta-Nya. Cinta yang pasti, haqiqi, abadi.

Banyak hal yang kupelajari dari terpisahnya kami. Aku menjadi lebih berhati-hati melabuhkan hati dan kepercayaan. Mengolah hati, agar tetap husnudzon terhadap qadha dan qadar Allah SWT. Mengolah sakit hati menjadi dendam positif. Dan meleburkan kekecewaan cinta dengan senyuman nyata.
Memang, awalnya hati ini tak menerima. Mengingat perjuangan yang terlewati, sebuah komitmen atas romansa harus kandas begitu saja. Tapi aku meyakinkan diri, inilah yang terbaik. Lalu berusaha mengolah sisi positifnya.

Aku terus merenung, dan menemukan beberapa kalimat penguat, "Untung baru dua tahun, bagaimana jika lebih? Untung masih sebatas komitmen, dan selama itu pula hanya berkomunikasi melalui gadget, karena saat bertemu langsung kami sama-sama malu, bahkan untuk sekadar menyapa, semoga hubungan yang terlewati itu tak banyak mengakibatkan dosa. Untung kami berpisah, kalau tidak mungkin dia akan terus tersiksa akibat hubungan yang tidak direstui. Untung kami berpisah, sehingga aku bisa fokus pada perwujudan mimpi-mimpi. Untung telah berakhir, sehingga tak ada lagi galau karena marahan atau sedihnya dia."

Begitulah aku mengolah pikiran, agar bisa merelakan apa yang telah terjadi. Kini, meski sudah jarang berkomunikasi, aku tetap mendoakan agar dia selalu dalam lindungan Allah SWT. Karena aku yakin doa tulus itu mampu menjadi obat, yang akan mengubah rasa cinta kepadanya menjadi rasa cinta kepada-Nya. Aamiin Ya Rabbal 'Alamiin.

AM. Hafs
20 November 2014

Rabu, 19 November 2014

November, I'll Be A Winner! Coz I am Dreamer!

Wahai lonceng-lonceng pagi. Kuharap esok kau berdentang lebih gigih. Karena malam ini, mimpiku hadir kala terjaga.

Wahai perih-perih masa lalu. Apa yang hendak kutabur? Selain senyum di fajar yang mengabur, nanti. Kau tahu? Tanpamu aku akan tetap menjadi seonggok tubuh yang mudah layu.

Kini kusadari, benarlah cerita bintang-bintang. Mendung hadir agar kita dipertemukan dengan selimut. Sebuah alur yang indah, bagi mereka yang mampu belajar. Karena memang, apa yang kita dapati pada detik ini adalah yang terbaik. Masa lalu cukup dikenang, dan pedihnya cukup menjadi pelajaran. Bahkan sangat boleh ditertawakan, karena memang ada beberapa kebodohan yang kita lakukan pada masa itu.

Sama seperti berlalunya mendung, langit baru dan celoteh bintang riang pasti kan menyambut.
Aku percaya, akan selalu ada alasan untuk tersenyum dan bersyukur, bagi mereka yang mengerti. Dan akan selalu ada alasan untuk mengeluh bagi mereka yang dibudak nafsu. Karena tak ada kepuasan di hatinya.

Sebab itu, di sunyinya pekat malam ini, kulantunkan puja-puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala hikmah dan nikmat yang dianugerahkan. November, lets be a winner! We are fighting dreamer!

AM. Hafs
Malang, 19 Nov 2014

Senin, 27 Oktober 2014

Jeritan Sumpah Pemuda

Saat aku menulis ini, setengah jam lagi menuju Hari Sumpah Pemuda. Kala itu, 28 Oktober 1928. Semangat persatuan begitu menggelora. Memenuhi dada yang dipenuhi darah perjuangan untuk kebebasan dan perlawanan terhadap penjajah.

Pemuda dahulu bersatu melawan bangsa asing, yang telah jelas sifat permusuhannya. Sedang pemuda sekarang, bersatu dalam kelompok-kelompok memerangi kelompok lain, daerah lain, suku lain, agama lain yang sejatinya adalah teman mereka sendiri.

Renung di Relung

Apa yang hendak menari, sedang jemariku membisu. Apa yang kau tatap? Sedang aku menunduk lesu. Bukan, bukan sedang meresapi kesialan. Hanya sedang menghitung nikmat yang selalu kusiakan, waktu yang terlewatkan, dan cerita yang masih terus terjalani, tanpa tahu kapan titik terakhirnya kusentuh.

Surat Untuk Pemuja Cinta Semu

Beberapa orang perlu ditabok berkali-kali, agar tak jatuh pada lubang yang sama. Tapi beberapa lagi bahkan kebal dengan tabokan, sehingga menikmatinya, bahkan ketika jatuh pun merek malah merasa bangga dan tertawa di lubang yang sama. Mengherankan, kukira perumpamaan ini pas bagi mereka yang pernah dikhianati, merasa sakit atau bergulat dengan cinta semu. Namun, dengan dalih cinta datang tanpa diundang atau ditolak, mereka dengan mudah kembali menjatuhkan hati, tanpa mau sejenak mendengarkan hati kecil atau aturan yang telah tertera. Teman, sesungguhnya, kitalah yang mengendalikan perasaan, bukan perasaan yang mengendalikan kita. Karena cinta itu suci, jatuhkanlah pada tempat yang suci.

Rabu, 22 Oktober 2014

Adakalanya ...

Adakalanya kau hanya didatangi saat butuh. Jangan ragu untuk menolong. Karena Allah juga akan datangkan pertolongan saat kau butuh. Dan balasan Allah tentu jauh lebih tinggi nilainya, daripada pertolongan yang kau berikan pada sesama.

Adakalanya kebaikan dan ketulusanmu tak dihargai. Tapi bukan berarti hal itu menjadi pembenaran untuk menyakiti. Mungkin cukup dengan berhenti peduli padanya, agar tahu arti menghargai. Berhenti peduli tanpa menggenggam benci.

Adakalanya kebaikanmu dimanfaatkan dan membuatmu terlihat bodoh. Saat itu kau hanya perlu yakin, tak ada kebaikan yang sia-sia. Karena kekecewaan hanya akan menjadi penghalang untuk ikhlas.

Adakalanya kepedulian terasa menyakitkan. Tapi sebenarnya, akan lebih sakit saat tak ada lagi yang peduli.

AM.Hafs

Cinta itu Menggelikan

"Kamu tahu apa itu perdu?"
Pandanganmu terpenjara buku tugas. Kamu sibakkan sehelai rambut yang meluncur ke depan wajah khas oriental itu. Mata lentikmu mengerjap kebingungan. Kamu tempelkan ujung belakang pensil ke bibir mungilmu. Kamu tak tahu, aku pun terpaku, terpaku ekspresi kebingunganmu. Ah, Angin sore ini terasa begitu lambat.
"Saka?"
Tanganmu mengibas di depan wajahku.
"Eh, iya?" Kugaruk kening yang sebenarnya tak gatal, "apaan tadi?"
"Perdu!" jawabmu sembari mengerucutkan bibir. Ah, semakin imut saja rupamu.
"Kamu kenapa, sih?" tanyamu sambil memiringkan kepala, sedikit menyelidik.
Senyumku tersungging. "Sedang mensyukuri ciptaan Tuhan yang diamanahkan padaku."
"Alah, gombal." Kamu mengangkat buku tugas. Menyembunyikan wajahmu dariku. Tercuri olehku pipimu yang bersemu merah jambu.

AM. Hafs

Puisiku, Bukan Puisi

Dawaiku tak berseru, Kawan
Mentalku tengah lumpuh
Baitku palsu
Diterkam ketidaktahuan nan kebingungan
Kisahku buntu, Kawan
Tak mampu terajut rapi
Diksiku mati, dibunuh pesimis diri
Terjebak kotak kebimbangan
Aku hanya menguntai isi hati
Tak tahu tangga nada
Aku hanya berkisah
Tak bisa merapikan aksara
Kawan,
Tuntunlah perlahan
Karena aku si bebal, penuh keangkuhan
Kawan, tuntunlah dengan sabar
Karena aku tengah gusar
Sajakku mati
Miskin diksi
Puisiku bukan puisi
Tak punya isi
Tak getarkan hati
Terkapar, sepi
Uluran tanganmu, kunanti
AM. Hafs tak berpuisi

Kamis, 16 Oktober 2014

Tujuh Belas Ke-delapan













Oleh: AM. Hafs

Derai tawa di lindung awan 
Menghias bocah-bocah berwajah putih
Berserakan, berlarian
Berteriak, kegirangan

Merah putih, kibarnya bersaksi

Bapak-ibu
Tua-muda
Berduyun, berhimpit tubuh
Mencuri bahagia

Tujuh belas ke-delapan
Kerupuk-kerupuk berjajar
Bocah lahap seolah lapar
Tujuh belas ke-delapan
Merdeka itu mereka,
Kepala-kepala ber-tawa kejujuran

Malang, 16 Oktober 2014

Rabu, 15 Oktober 2014

Tempat Terbaik Untuk Masa Lalu

Selalu ada saat di mana kita perlu menyelami pengampunan diri. Menyelami sesal dan luka. Lalu menatap pagi dengan ceria dan hati yang kembali baru. Selalu ada saat di mana kita harus meninggalkan saga di senja menuju pembaringan fajar di luapan bola semangat dan sebuah mimpi baru.
"Dinda."
"Ya Kanda?"
"Kau tahu rupa kerelaan?"

Jumat, 10 Oktober 2014

Lima Bentuk Negara Menurut al-Farabi


"Jon, Loe tahu gak tentang ilmuwan muslim yang bernama Al Farabi?"

"Kagak, kenapa?" Joni masih sibuk dengan gitar barunya.

"Ini gue nemuin, buku pelajaran SKI kelas sembilan, ada tentang Al Farabi. Jon, Loe dengerin kagak sih?"

"Hemm ...." Joni ngerebahin diri ke kasur, dan mulai mencoba-coba petikan gitarnya.

"Ada satu pemikiran yang membuatku merenung."

"Tentang apa?"

Senin, 06 Oktober 2014

Sholeh dan Santrinya. (Episode laporan Bian) / Fiksimini

Sehabis maghrib tiap hari Jumat. Sholeh mengajar ngaji anak-anak kecil umuran TK dan SD di Surau yang tak jauh dari rumahnya.
Di tengah kegiatan hafalan juz amma, tiba-tiba ada yang nyeletuk. Bian namanya, santri gembul kelas 2 SD. Dia bilang, "Mas, Nirta pacaran sama Freanda."

Punguk Tinggal Nama

Kitab-kitab cinta berserak bersama daun purnama
Punguk, memunguti
Menculik tiap jejak getah hitam
Terpinang hatinya 'tuk mengetam rindu
Terbang bersama hijaunya mimpi

Merayu Rembulan

Bulan, di ujung mana lelahmu bermuara? 
Sedang tatapku sedari tadi terpaku
Bahuku tegak menunggu
Bulan, di ujung mana senyummu berlabuh?
Sedang sedari tadi bibirku menyabit padamu.
Haruskah kutunjukkan?
Senyummu tlah terlukis
di hatiku
Agar kau siramkan dian itu ...
padaku?

~AM. Hafs
Malang, 1/10/'14

Lupa

Dinda, apa kabar? Bahagiakah dengan cinta barumu? Semoga saja iya. Agar kau tak jadi sepertiku, yang lupa cara mencintai.
Jujur, aku lupa jika cara mencintaiku adalah menjaga senyummu. Aku pun lupa kalau sebungkus coklat bisa kembangkan senyummu. Aku lupa jika kebodohan tingkahku mampu menggemakan tawamu. Aku lupa cara menuliskan surat cinta yang berkesan, seperti diikatkan dalam mawar plastik, dengan isi, "Cintaku akan terus ada hingga bunga ini layu." Sebuah trik yang kudapat dari buku cinta yang judulnya telah kulupa.
Dinda, sebagaimana cinta, aku juga lupa cara merindukanmu. Aku lupa pernah bicara pada bulan di kala rindu. Aku lupa cara menyapa angin malam di kala rindu. Dan aku juga lupa pernah memanjatkan dedoa agar Allah selalu menjagamu, di kala rindu.
~AM. Hafs
Singosari, 05 Oktober 2014

Secuil Rindu, Berderai Syukur

Dinda, langkah ketiga bulan Oktober. Tapi lakumu masih sendu. Ada apa gerangan? Apakah sedang merindu pada bebintang yang kesiangan, sama sepertiku? Jika iya, kenapa kita tak duduk berdua dan menantinya bersama, pagi ini? Kutunggu jawab senyummu di taman mimpi. Hadirlah sebelum bedug Jumat berbunyi.
Kanda, aku tak miliki rindu serupa rindumu, yang mendayu. Bukan pula menanti bintang kesiangan di ujung malam. Aku hanya tengah merenungi waktu. Betapa hitamku semakin pekat. Tidakkah Kanda tatap bulan separuh tadi malam? Seperti itulah kiranya dosaku dibanding amalku. Langit pekat berbanding bulan separuh. Bagaimana aku sempat merasakan rindu? Namun, jika memang rindu ... bisa jadi aku tengah merindu pada pengampunan. Agar segera langitku dijadikan-Nya fajar, lalu cerah membiru.
Kanda, mengenai pertemuan yang kau tawarkan. Aku tak sanggup penuhi. Karena tak mungkin rasanya bagiku untuk menjangkau mimpi indah, sedang hitamku masih belum berhenti menghantui. Baik di pejam atau sadarku.
Dinda, aku tak mampu berkata, lagi. Maaf, aku hanya mampu menerjemahkan kilat netramu. Tidak dengan isi kalbumu.
Dinda, aku tertunduk malu oleh semua renungmu. Hati ini terbutakan rindu, hingga tak mampu melihat sedemikian jauh. Hitamku pun pasti lebih luas dari hitammu. Namun ... aku yakin, pengampunan-Nya lebih luas dari langit dan seisinya.
Kanda, pengampunan-Nya memang luas, tapi tak lantas kita berleha, bukan? Jika tadi kau mengajakku ke taman mimpi, bagaimana jika kau temani saja sujudku pagi ini? Berdiri di sajadah yang tergelar di depanku. Menuntunku hingga salam dan bersama kita langitkan doa-doa, mengemis pengampunan-Nya?
Dinda, syukurku kepada-Nya atas hadirmu di hidupku. Linangan yang menganak sungai di pipi ini ... semoga menjadi saksi kelak kita di hari penentuan atas taubatku pada-Nya.
~AM. Hafs
Malang, 03 Oktober 2014

Minggu, 28 September 2014

Ini Cinta atau Rindu, Dinda?

Aku tak punya selain dendang rindu
Mengalun di ujung-ujung hentak jemariku
Aku tak mendengar selain bait-bait rindu
dari sunyi di ujung-ujung getar hatiku

Kumpulan Status Facebook Tentang Rindu

Apa buruknya rindu? Sedang di tiap sakitnya mampu membuatku kecapkan hamdalah. ~AM. Hafs

Jangan kau tanya tentang cinta, Dinda. Yang kugenggam kini hanya rindu ... dan sebait lirik lagu Letto, "Walau tak kupunya, tapi kupercaya cinta itu indah." ~AM. Hafs

Pujangga itu pembohong ulung. Sajaknya bisa jadi tentang rindu. Tapi apa tahu? Rindu milik siapa? Bisa jadi itu rindu milik kawannya yang menginspirasi atau tetangga, adik? Ah siapapun. Bahkan kerinduan tokek yang tengah menanti pasangannya pun mampu dilukisnya. Seolah dialah yang tengah merindu. Tapi tidak denganku, Dinda. Rindu ini hanya untukmu, bidadari duniaku yang entah kapan kita kan dipertemukan. ~AM. Hafs

Kamis, 25 September 2014

Sedikit Perbedaan Blogspot dengan Wordpress

Baru-baru saja aku mencoba aktivitas blogging menggunakan wordpress. Setelah beberapa bulan ini membagi tulisan lewat blogspot. Awalnya sedikit kebingungan. Dasbor wordpress sedikit rumit, sebab memiliki dua tampilan. Aku sebut saja tampilan lama dan baru. Perbedaannya hanya pada sisi efektivitas.

Dalam tampilan lama, kotak entri postnya mirip di blogspot, sedang dalam tampilan baru lebih elegan. Namun jangan sekali-kali menyunting postingan melalui tampian baru, karena pengalamanku kemarin, postingan tetap tidak berubah. Wordpress punya kelebihan di kolom entry, yakni fitur "baca selengkapnya", yang apabila digunakan di sembarang tempat, tidak akan memotong kalimat. Berbeda dengan Blogspot, yang fungsinya lebih mirip enter. Jadi kita tidak bisa memasangnya di tengah kata atau kalimat.

Rabu, 24 September 2014

Tentang Kehilangan

Berbicara tentang kehilangan, sebenarnya hidupku ini unik. Karena aku dikelilingi orang yang "tidak umum", yakni orang-orang yang di saat mereka kehilangan, mereka tak bersedih, terkadang malah bersyukur. Seperti cerita guruku kala bertandang ke rumah temannya di Jawa Tengah.
Guruku bercerita, sewaktu kunjungan itu, Ayah dari temannya tengah dalam perjalanan ke Kalimantan untuk sebuah urusan bisnis. Namun, tak selang berapa lama sosok yang dibicarakan datang. Ibu dari teman guruku pun bertanya,

"Lho, kok belum berangkat, Bi?"

Senin, 22 September 2014

Gila Baca

"Musashi" Sebuah judul novel terjemahan dari Jepang. Aku baca ulang sembari menunggu bus kantor datang. Aku baca ulang seperti kata-kataku dulu, ketika sedang menghabiskan waktu liburan bersama Deon di kamarnya. Ah, jadi teringat lagi percakapan itu.

***
"Heh? Udah selese?" Mata Deon terbelalak.

"Yep, hehe. Kenapa emang?"

"Gak, kasihan aja ama penulisnya, bikinnya 2 tahun loe habisin cuma 2 jam."

"Haha, ntar gue ulang kok. Baca awal cuma buat ngerti alur cerita. Baca kedua menggali beberapa makna yang tersirat."

"Tapi ... 800 lembar 2 jam? Ah you're crazy, Maan!" Ia menatap tak percaya.

***
Itu adalah canda tawa terakhirku dengannya. Semoga kuu tenang di surga kawan.

AM. Hafs

Jangan Ucapkan Selamat Tinggal

Jangan ucapkan selamat tinggal! Jika hatimu masih mengintip senyumnya dari balik awan.

Jangan ucapkan selamat tinggal! Jika senyumnya masih kau peluk dalam mimpi dan angan.

Jangan ucapkan selamat tinggal! Jika bulir air matamu masih menyimpan pantulan senyumnya. Dan gendang telingamu masih merekam tawa renyahnya. 

Beranjak Bijak

Kekecewaan yang meluluhlantakkan tulang-tulang perasaan. Tak seharusnya terjadi. Biarlah duri-duri racun kehidupan itu hanya menyentuh kulit, tanpa perlu menelusup ke palung. Karena kehidupanmu tak sesunyi kuburan malam Jumat. 
Lihatlah, masih ada pelita-pelita asa. Di antara sabit sabit seperempat malam. Yang akan menerangimu. Yang akan melindungimu. Dari rasa takut akan lolongan fitnah. Atau dari bayangan cacing-cacing makam yang siap menyantap kerapuhan jiwamu.
Sadarilah, banyak hal yang masih terseduh manis, semanis susu coklat pagi ini. Syukuri, yang hilang pasti berganti. Yang ada kian mewangi. Dan mimpi ... genggam dengan ikhtiar yang lebih keras lagi.

AM. Hafs
Singosari, 20 September 2014

Sholat Duhur Berapa Kali?


"David udah sholat ta? Mas Agus mau sholat duhur dulu."

"Bentar lagi." 

Bocah lima tahun itu tengah asyik nonton film Cars di laptopku. Aku pun beranjak ke kamar mandi. Ketika hendak mengambil wudhu, kepala si David melongok ke dalam kamar mandi.

"Aku mau sholat juga wes. Berapa kali?"

Aku bingung dengan pertanyaannya, apanya yang berapa kali? Tapi reflek kujawab empat. Karena berpikir yang dimaksud pasti rokaatnya.

"Wah, Mas Agus bohong."

Nah lho? Aku jadi bingung. Langsung kuralat. "Eh, satu kali."

Sekarang dianya yang bingung. Kepalanya menghilang dari pandangan. Sejenak kemudian terdengar teriakannya.

"Buuuk, sholatnya berapa kali?"

Dinda

Dinda ...
Remah-remah kisah beradu pada bebintang nan jauh. Tak tahu apa hendak diucap. Hanya jemari yang berloncatan, menyusun tiap kekata. Kosong atau kebingungan? Entah. Yang pasti, Dinda ... bekas-bekas senyummu menolak untuk berpisah.

Rabu, 17 September 2014

Kepedihan di Bulan yang Mulia

Pada jejak waktu di 11 Ramadhan 1432, atau 11 Agustus 2011, aku mengalami pengalaman kehilangan yang paling menyedihkan. Pada hari itu, seorang pemuda menghembuskan nafas terakhirnya di usia yang begitu muda, 21 tahun. Dia adalah teman yang juga kakak kelasku.

Masih teringat jelas bagaimana aku mendengar berita kematiannya selepas sahur. Kala itu, aku tengah menunggu waktu subuh, ketika kakakku yang sedang menonton televisi di lantai bawah mendapat panggilan telepon. Sebuah panggilan yang mengantarkan berita duka itu.

Minggu, 14 September 2014

Antara Padi, Orang Bodoh, Pintar dan Mengerti.

Aku sedang duduk di teras belakang kantor REMAS, ketika salah seorang teman menghampiri. Sekarang kelas X SMA, tapi wajahnya tetap lucu, berpipi tembem dan bertubuh gendut. Setelah berucap salam dia duduk di sampingku.

"Sedang apa, Mas?"

Senin, 08 September 2014

~ * Aku Bukan Kamu * ~ (Revisi Karya Susie Salwa)

Aku bukan kamu
Mengejar cinta hingga muara
Aku, hanya membatu menikmati cinta
Aku bukan kamu
Membiarkan cinta berlayar tanpa arah
Aku, mendekapnya hingga berakhir nafas di jiwa
Aku bukan kamu
Dengan mudah memetik bunga lainnya
Aku, menggenggam satu bunga dalam vas terindah
Aku bukan kamu
Menulis janji di tepi pasir pantai
Aku, mengukir janji di batu nurani
Aku bukan kamu
Mudah terpana pada macam bintang
Aku, memilih memeluk bulan hingga bayang menghilang
Malang, 26 Desember 2013
AM. Hafs

Quote Cintaku


Cinta itu seribu warna. Tapi tak semua mampu memandangnya utuh. Umumnya hanya memandang sebagian. Karena berbagai faktor, seperti, umur, kondisi kejiwaan, dan juga situasi.

Sebagai contoh, remaja putri, menganggap cinta berwarna merah muda. Karena warna itu memang identik dengan kaum mereka, jadilah yang terpandang hanya merah muda. Sedangkan remaja laki-laki lebih ke warna merah. Mungkin karena faktor mawar merah. Simbol Romantisme. Atau bisa jadi sebagai simbol keberanian, berani menghadapi mertua, hehehe.

Ada juga beberapa orang yang memandang cinta itu putih. Karena golongan tersebut menganggap cinta itu suci. Yang mengherankan ada yang menganggap cinta itu hitam. "Lho kok bisa?" iya, karena dia lagi patah hati hehe....

Selama ini cinta masih lekat atau identik dengan hubungan antara dua orang. Jadi yang terlihat cuma satu warna. Namun ada yang melihatnya seperti pelangi, berbagai warna.

"Apa benar ada yang memandang seperti itu?"

Ada, karena orang-orang jenis tersebut memandang cinta lebih luas. Dari berbagai sudut dan rupa, seperti yang diungkapkan bu Neny Suswati, ada cinta Allah, cinta Rasul, cinta Islam, cinta ilmu, cinta ortu, cinta anak, cinta sahabat, cinta pemimpin, cinta pasangan, cinta alam, cinta profesi. Semua butuh cinta untuk indahnya kehidupan.

"Lalu, siapa yang mampu memandang cinta secara utuh?"

Emm... Mungkin saja anda. Karena menurut hemat penulis, pandangan tentang cinta berbanding lurus dengan cara berpikir dan ilmu yang dimiliki atau dipahami.

Yang jadi pertanyaan,
"Apa warna cinta menurut anda?

Let your heart see it ;)

update :

1. Emil Febiyani Sukmaindah : "Boleh kasih masukkan? kenapa ga pakai warna putih atau merah muda. selama ini warna itu menunjukkan cinta. putih tanda kesucian cinta, merah muda itu identik dgn cinta."

2. Richie Permana Ardiansyah : "Kalo menurutku cinta itu tak punya warna. Aku tak menyebutnya berwarna hitam, melainkan gelap. Karena cinta itu sudah membuatakanku. Dan orang yang buta tak mengenal warna hitam. Yang ia tahu hanya gelap. Ya, kegelapan.
asiiiik..."

3. Neny Suswati : "Jadi jangan marah kalau dihatinya ada seribu cinta, he he..." Karena, "cinta Allah, cinta Rasul, cinta Islam, cinta ilmu, cinta ortu, cinta anak, cinta sahabat, cinta pemimpin, cinta pasangan, cinta alam, cinta profesi,semua butuh cinta untuk indahnya kehidupan."

4. Bemby Khanza : "Cinta itu nafsu" (Nah lho nafsu warnanya apa???)

5. Ughie HS : "Cinta itu Pelangi, sebab pelangi itu adalah cahaya putih yang terdifraksi menjadi beberapa cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda
sama... cinta itu berbagai rasa, berbagai frekuensi, memiliki cepat rambat yang berbeda sesuai warnanya. terkadang kita harus merasakan merahnya, jingganya, birunya, bahkan ungu dan nilanya...
keindahannya tergantung pada bagaimana kita mengapresiasi "kelebihan" dan "kekurangan"nya."

6. Dhona Dhani : "Warna cintaku pelangi."

7. Alfin Bach Rum : "Cinta ya cinta apa yang akan disandingkan menjadi indah, mungkin ketika cinta bertemu tukang cat akan lebih berwarna dan bila bertemu tukang jagal akan menjadi pembantaian cinta."

8. Susie salwa : "Cinta itu persahabatan.. warnanya biru menenangkan, mendamaikan."

9. Wiro Toraja : "Warna cinta ibarat bunglon, dimana ia singgah begitulah warnanya."

10. Miela Baisuni : "Cinta itu coklat. Selalu manis
dan gak jarang juga pahit :D"

11. .Asih Zaeni : Cinta? Apa itu cinta? Aku tak punya cinta, karena CINTA hanya milik-Nya, yang dititipkan di hati, rasa, nafsu, dan amarah.
Warna cinta ? Apakah warna itu penting bagimu? Cinta kadang tak berwarna, karena dia datang tanpa diduga, kepada siapa saja. CINTA..

Quote Cintaku (Draft)

Cinta itu seribu warna. Tapi
tak semua mampu
memandangnya utuh.
Banyak yang sok tahu, hanya
karena melihat warna biru
dari cinta, dia mengatakan cinta itu biru. Begitu juga ada
yang memandang warna
merah dari cinta, lalu
mengatakan cinta itu merah.
Padahal, sekali lagi, cinta itu seribu
warna, hanya bisa dipandang utuh dengan ilmu.

AM. Hafs
Singosari, 24122013

Tawakkal

Oleh : AM. Hafs

Bunuh aku di kesendirian
di detik itu si sakit tak punya daya
tikaman dan cacian adalah hampa
detik itu ku rasa lepas tubuh dari nyawa
kau boleh acungkan jari tengah
tapi bawalah kecewa pulang dari dunia fana
dengan kalam kuberpeluk malam
diri ini bercakap dengan pemiliknya
kau siapa dengan melakukan apa
hanya hakikat tanpa makna
rubuh bersimpah darah hanya kata mata
diri ini sudah terlena jauh
bermunajah, bercengkerama,
duhai pemilik keindahan
aku dipeluk-Mu adalah anugerah

Malang, 24 Oktober 2013

Sajak Tentang Senyawa Kimia


Oleh : AM. Hafs

Senyawa Alkil Alkana Alkena
Kemudahan ganda
Setelah hadirnya kesulitan
Air, (H20)
Mendua dengan adilnya, tak seperti lelaki
Ozon, (O3) tiga sekawan
Sehati, saling melindungi
Natrium Clorida (NaCL) Garam,
Satu cinta, Setia
Menyebar keseluruh samudera
Asam Clorida (HCl)
Satu hati satu cinta
Jangan coba dekati, berbahaya
Menyengat para pengkhianat.
Oksigen (O2)
Berdua, menyebar cinta
Pada nafas kehidupan
Asam Sulfat (H2SO4)
Cinta segi enam
Selalu panas, dibakar cemburu
Glukosa (C6H12O6),
Sederhana, pemanis hidup
Layaknya senyum di wajahmu

Malang, 19/12/2013

*Sebagian senyawa yang
masih kukenang dari
pelajaran SMA. Rindu kalian
semua. Jurusan IPA merapat.

Puisi Matematika

Oleh : AM. Hafs

Cinta bukan penjumlahan
Karena hasilnya tak bisa ditentukan pasti
Cinta bukan pengurangan
Karena cinta melahirkan buah hati
Cinta bukan perkalian
Karena cinta menggandakan diri tak pasti
Cinta bukan pembagian
Karena hati istri lazimnya tak mau dibagi
Tapi ini bukan tentang cinta
Melainkan tentang sebuah janji
yang harus ditepati
Waktunyapun tak bisa ditambah, dikurangi, dikali atau dibagi.
Jika itu dilakukan
Kita kan terperosok dalam jurang kemunafikan.

Malang, 16 Desember 2013


Ketika Sastrawati Bermain Angka

Di sudut ruang kantor, Guru muda tengah dirundung gusar. Tergambar  dari cara mengamati jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Padahal berapakali pun dilihat, jam itu hanya akan menampilkan 3 jarum, yang berputar di 12 angka. Mungkin tak hanya dia, hampir semua orang yang dalam penantian melakukan hal yang sama.
Melihat gelagat itu, Pak Tadi mencoba mencari tahu. Waka Kurikulum itu meninggalkan kursi empuk, menerkam jarak, mendekati si Guru muda.

"Ada apa gerangan? Kulihat kegamangan bergelayut di matamu, Bu." Pak Tadi melempar perhatian, sopan.

Andai Ibuku Penulis


Andai Ibuku seorang Penulis, mungkin telah terekam bagaimana aku berguling di tanah. Menangis, menjerit dan meraung, saat permintaan untuk dibelikan mainan tak dipenuhi.
Andai Ibuku seorang Penulis, beliau pasti menceritakan tentang celotehku sewaktu baru bisa membaca. Membisingkan penghuni angkot dengan mengeja beragam pamflet, banner dan berbagai tulisan di sepanjang perjalanan menuju pasar.

Surat Ijin (Sakit) Anak Sastrawan












Kepada yang terhormat
Sang Pendidik empunya singgasana kelas 12 Bahasa.
di titik muka bumi

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Bersama hadirnya untaian kata ini di tangkapan netra Anda, Sang Penyampai. Kami, perdu dari seorang putra yang padanya tersemat nama : AM. Hafs, penghuni kelas 12 Bahasa, ingin melayangkan kabar bahwa, dia yang menduduki nomor presensi satu itu, tidak mampu mengikuti rapalan petuah ilmu pada hari ini. Sebab, dia kini tengah tergolek lemah di tempat tidur. Bergulat dengan rasa sakit.

Berkenaan dengan hal tersebut, kami pun melambungkan harap agar Bapak menerbitkan ijin dan maklum atas untaian kabar ini. Selanjutnya derai ribuan syukur terima kasih atas perhatiannya kami haturkan

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Tertanda
Wali Murid
Muhammad AR

Sumber gambar : google.com

Rabu, 03 September 2014

Jangan Sombong!

Seorang hafidz tengah berada di stadion. Menyaksikan pertandingan sepak bola. Di tengah keadaan itu tiba-tiba terbesit dalam hatinya, dari sekian banyak orang di sini, sepertinya hanya aku yang hafidz. Dadanya dipenuhi rasa bangga.

10 menit sebelum kick off ada seseorang yang menyapanya, "Mas Bilal?"

"Lho, iya, kok tahu?" Wajahnya tak asing. Dia mencoba mengingat-ingat.

"Aku Anwar, Mas. Adik tingkat di pesantren tahfidz Raudhatul Ulum, ingat?"

"Oh, masya Allah, iya ingat. Apa kabar? Sudah selesai hafalanmu?" Ada bahagia yang merona di hatinya. Bertemu dengan kawan se-almamater.

"Alhamdulillah, baik Mas. Baru seminggu yang lalu aku boyong."

Deg, Astaghfirulloh, Ampuni kesombonganku tadi Ya Rabb, Batinnya menjerit. Allah Maha Mengetahui.

AM. Hafs

Senin, 01 September 2014

Elegi Kemerdekaan

Oleh : AM. Hafs

Berdebum,
Bagai kapuk dilempar batu
Tercecer beberapa tubuh Para Syuhada,
Namun, tak surut langkah mereka
Mati satu tumbuh seribu
"Merdeka atau mati, Allahu Akbar!"
Pekik bersautan, maju tanpa ragu
Membuat musuh gentar

Jumat, 29 Agustus 2014

Ketika Jam Dinding Bercerita

Jarum jam pendek tengah antre BBM di POM nomor 2. Jarum panjang semenit lagi sampai ke nomor 12. Sedang jarum merah terus berlari, seperti bumi yang mengelilingi matahari.

Jumat, 22 Agustus 2014

Bukan Cara Sederhana Merayu Cewek

"Neng."

"Iya, Kang." Senyum malu-malu.

"Eneng tau cantiknya Eneng kayak apa?" Cekikikan.

Kapan Nikah?

Ketemu temen lama, basa-basi gak jelas. Kadang juga ketawa-ketawa kayak lagi nerima gajian.
Mungkin berbeda dengan bujanghidin kebanyakan, tapi sungguh, pas basa-basi itu aku paling suka saat ditanya, "Kapan nikah, Bro?"

Hati-Hati Bersahabat Dengan Pujangga.


Mentari mulai meninggi, saat dua orang lelaki yang bersahabat sejak bayi bercakap-cakap.

"Sial! Kemarin King Tatto kalah lagi," dengan bersungut, Imron curhat tentang hasil lomba burung yang telah ia ikuti.

"Begitulah garis-Nya, kita hanya mampu mencoba memantik api, masalah api itu berhasil menghanguskan, serahkan pada pengatur angin dan hujan," Andre menjawab dengan memasang muka penuh kharisma.

Imron mengernyitkan dahi, ia mulai risih saat jiwa pujangga karibnya muncul tanpa kenal situasi.
"Ya, ya ... Apa aku jual saja burung ini ya? Dan beli baru?"

"Lebih baik, tambal dan rapikan ukiran yang kurang pas dengan sedikit semen, daripada menggantinya dengan pagar yang baru."

Jari-jari Imron menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal. Batinnya mengatakan, lebih baik ia diam. Sampai Andre kembali normal.

Beberapa menit, suasana menjadi hening.

Lalu, Andre, dengan tatapan yang masih terpaku pada layar hape, tiba-tiba memecah kesunyian, "Mron, coba tebak, kapan jumlah anggota KBM nembus angka 63 ribu?"

Imron yang sedang memberi makan burungnya, tiba-tiba tersenyum. Dan dengan wajah polos ia menjawab, "Ketika wajahnya menyapu rinduku di hari yang sendu." Ia pun bersiul penuh kemenangan.

AM. Hafs

Rabu, 20 Agustus 2014

Kesalahan yang Bernilai Jual

Kesalahan yang Bernilai Jual

Kesalahan umumnya identik dengan hal buruk dan mengecewakan. Tapi ternyata, sebuah kesalahan pun bisa diolah kembali menjadi hal yang menarik, dan memiliki nilai jual.

"Hah? Kesalahan macam apa itu?"

Seperti kesalahan pada "Teori Evolusi Darwin". Seorang animator asal jepang mampu menyulapnya menjadi film animasi berjudul Pokemon.

Pokemon adalah akronim dari Pocket Monster. Film Tersebut bercerita tentang petualangan seorang anak lelaki bersama hewan peliharaannya. Di dalam film tersebut, binatang dipelihara dalam sebuah alat bulat yang disebut Poke Ball.

"Lalu, apa hubungannya dengan kesalahan Teori Darwin?"

Menggoda Pembeli

"Beli ...!" Seorang siswa berteriak di depan etalase Kopsis.

"Iya, bentar!" Aku bangkit dari meja komputer, "beli apa?"

"Buku"

"Pentol? gak ada hehe" jawabku pura-pura tuli sambil mengegemakan tawa.

"Buku, Mas!"

"Hehe iya, buku apa?"

Duhai Kupu Perawan

Oleh : AM. Hafs

Purnama menangis darah
Derik penjelajah malam menghujat bedebah
Tampak Kupu perawan terbang tertatih
Tercabik hari, terlelah
Batin retak merintih

Renungan Pagi Bersama Emak.

Shubuh, hari pertama kepulangan Arya dari pesantren. Emak masih tetap sama. Berjualan kue.

"Le, apa yang kau dapatkan hingga pagi ini?"
Di tengah kegiatan menyiapkan kue, Emak tetiba melontarkan pertanyaan pada sulungnya.

Embun Pengantin Baru

"Kakanda, embun pagi ini terlihat begitu ceria." Senyum yang terbungkus jilbab merah mudanya mengembang.

"Eh? Tahu dari mana?" tanyaku menyelidik.

Tak langsung menjawab, netranya masih terlihat lapar, melahap pesona bunga yang mekar di taman depan gubug sederhana kami.

Senin, 07 Juli 2014

Cerita Dari Pesantren Ramadhan

Pori-poriku menciut. Seolah sedang melindungi diri dari dinginnya udara pagi. Hari kedua di pesantren, aku diajak ke Petirtaan Jolotundo. Terletak di kaki Gunung Penanggungan. Menurut sejarah, tempat tersebut dulunya adalah tempat mandi dan semedinya Airlangga. (Tentang Airlangga klik di sini!)

Tempat bersejarah itu berada di timur Pondok Pesantren tempatku menjalani pesantren kilat. Jalan menuju ke sana menanjak. Namun sudah bagus, beraspal dan sebagian disemen. Di samping

Selasa, 01 Juli 2014

Dawai Renjana Hati di Tumpuan Semesta

Aku tak tahu apa itu sastra. Apakah sebuah gaya bahasa? Entah, aku lebih hafal bagaimana mengolah data-data, yang kerap berbaris manis di otak. Daripada mengolah untaian kata menjadi terlihat indah.

Aku tak mampu gambarkan, bagaimana indah gugurnya dedaunan bambu yang menguning. Tertumpuk dan lapuk hingga pijakan menjadi empuk. Karena aku lebih mengenal cara mencari rata-rata dalam tumpukan data.

Aku tak mampu mengolah dawat menjadi untaian mutiara. Karena jemariku lebih suka menggoreskannya menjadi lukisan penuh warna. Lukisan yang hanya bisa dipandang tanpa mampu dibaca.

Aku ... tak pandai membariskan bait yang bisa menyentuh kalbu. Yang aku tahu, aku hanya menuliskan warna alam. Seperti birunya Gunung Arjuna yang berdiri kokoh. Di mana tiap pagi kupandang saat masih berselimut awan putih di bagian badan. Kupandangi gunung itu yang sedang berjemur di hangatnya sinar mentari. Lalu aku terpejam menikmati udara khas Kabupaten Malang. Sejuk, entah harus bagaimana kugambarkan sejuk. Apakah dengan rasa dingin yang berbaris lembut memasuki hidung? Dan berlari ke sela-sela rongga dada? Lalu menghapus ribuan resah yang menempel di dalamnya? Entahlah. Yang kutahu, ucapan hamdalah meluncur dari sela bibir bersamaan dengan hembusan nafas.

Kubuka kedua mata ... kusaksikan bagaimana angin membuat daun-daun kelapa menari tanpa malu. Berdzikirkah mereka? Andai dapat kudengar suaranya. Dari loteng rumahku pula, terlihat genting yang menghitam. Seolah mengisyaratkan bagaimana perjuangan mereka. Tiap hari berjibaku melawan panggangan mentari. Genting ... apa yang hendak kauajarkan? Ketabahan? Entahlah. Mata telah berpindah sasaran pandang sebelum sempat mendengar jawabnya.

Kini, setelah puas menyendiri. Kujauhi bangku tempatku bersendu. Tegak berdiri. Melemparkan senyum pada alam. Indahnya ... mereka menoleh dan turut tersenyum bersamaku.

AM. Hafs

Rabu, 25 Juni 2014

Pencarian Inspirasi

Mengamati alam yang penuh rahasia, butuh kacamata lainnya untuk sebuah karya yang unik. Karena itu, kucoba melihat dunia dari sisi lainnya dengan benda itu. Sebagaimana Ilmuwan melihat daun bukan sebagai daun, melainkan sebuah dapur. Melihat batang bukan sebagai batang, melainkan pipa-pipa penyalur bahan makanan. Melihat Akar bukan sebagai akar, melainkan mulut penyerap zat hara.

Kini kuterdiam, mengamati langit. Lalu terpejam, merasakan angin. Menunduk merasakan pijakan. Mengangkat kaki beberapa langkah ke taman penuh bunga. Berjongkok dan mengamati tiap hal di depanku. Alam ... alam ... dendangkan nyanyianmu. Biarkan aku ikut larut dalam orkestramu. Berdiam sejenak memeluk keheningan, Rabbana dholamna anfusana wa illam taghfirlana latarchamna lanakunanna minal khosirin. Permohonan ampun atas nikmat yang terkufuri.

Ilahi, nawwiril qolba ... kuuntai syukur ... berharap ilmu-Mu kayakan fikirku.


AM. Hafs

Dawai Tak Berjudul (Belajar berpuisi - Curahan hati)

Oleh : AM. Hafs

Di muara lelapnya mentari
Aku berharap sekilas awan pantulkan bayangmu
Di antara hembus angin sepi
Aku dendangkan nada-nada rindu

Alunan dawai rintihan hati
Menata kembali keping masa lalu
Barisan bait pembawa makna bermisteri
Kuurai dalam kisah terindah nan sendu

Tuhan, perkenankanlah
Rodaku bergulir lagi kembali
Membawanya ke senyum yang sama
Dan berikanku kesempatan
Tuk beri untaian puisi terakhir
Agar aku mampu abadikan rasa ini, selamanya

#menggubah dari lirik samson "di ujung jalan"

Malang, 25/06/2014

AM. Hafs

Wayang

Oleh : AM. Hafs

Aku disibukkan oleh wayang-wayang tanpa suara.
Kuberi ruh pada bait-bait lukis jiwa di tiap nama.

Wayang-wayang tanpa suara.
Melaju dalam tatanan takdir pena.
Gundah, oh kubuat dia tertawa, tak salah
Sedih, oh kubuat dia berlari
Tawa, oh kubuat dari tabah hati
Senyum, oh melengkung indah dari bisik nurani.

Wayang-wayang tanpa suara
Aku wayang-Mu
Kutancapkan ridho.
Atas nilai langkah lakuku.
Tuntun-Mu lajukan awan garisku.
Harap.

Malang, 25/06/2014
AM. Hafs

Orang Terkaya

Empat orang pemuda tengah bercakap-cakap di Kantor Remaja Mushola (ReMus).

"Rek, menurut kalian, siapa orang terkaya di dunia?"
Sambil merebah, Hendik memecah keheningan. Terlihat pandangannya terpenjara di langit-langit mushola, sore itu.

Andre menutup Kitab Riyadush  Shalihin. Sejenak ia diam. Imron, terlihat sedang sibuk dengan gadgetnya. Sedang Agus, sibuk mempermainkan semut yang berbaris.

Baitku Abadi

Oleh : AM. Hafs

Di antara riak-riak yang terpanah dan mati
Di antara gerik yang beralun dan terhenti
Ada sunyi ...

Di antara sunyi yang terlampau pedih
Di antara hitam yang terlampau pekat
Ada sesal menunggu bait terakhir pada tujuan yang kadang lenyap

Di antara sesal yang lenyap dan tak kembali
Di antara pekat yang berlari bersama angin musim semi
Ada harap penunggu nafas dan kaki yang melangkah

Di antara langkah yang berlalu
Di antara setapak yang bertalu
Ada riak yang terus menjadi misteri

Dan di sinilah kini ku berdiri
Pada bait tak berujung
Seperti roda kehidupan yang kan terus berputar
Suci bersama hujan
Atau membusuk bersama gugur dedaunan

Malang, 25/06/2014

AM. Hafs

Bukan I Love You Tapi Qobiltu.


Ketika tengah menjelajah beranda facebook, aku menemukan sebuah quote yang tertulis, "Kalau Tuhan maunya kamu sama aku, pacarmu bisa apa?"
Supaya lebih islami, muncullah ide untu menggantinya menajdi, "Kalau Allah maunya kamu sama aku, dunia bisa apa?"

Diakui atau tidak, dipercaya atau tidak, tetap hanyalah Allah yang Maha Tahu terhadap segala sesuatu, termasuk jodoh. Karena itu, hanya pada-Nya pulalah seharusnya semua harap berlabuh. Sedang berharap pada makhluk itu sia-sia. Banyak di antaranya yang memiliki bibit kemunafikan. Perhatikan ketika berkata-kata. Pagi kedelai, siang tempe. Sebab itu, perlulah kiranya untuk menyelami dan merenungi kembali kejadian di sekitar. Tengok saja, berapa pasangan yang dengan berderai air mata mengatakan, "Aku mencintaimu selamanya." atau "Tak ingin kehilangan si dia." pada akhirnya, besok, lusa, seminggu, sebulan atau beberapa tahun lagi ternyata sudah ganti hati karena keseringan makan hati.

Maka dari itu, yang sekarang bilang, "Aku bersyukur telah menjadi pelengkap agamamu." itulah yang harus dijaga, sepenuh hati.

Jadi, bukan 'I love you' yang menjadi awal sebuah kisah, tapi 'Qobiltu'.

#Meracau

AM. Hafs

Hikmah Mencintai dan Menjadikannya Cinta pada Allah.

Kukabarkan pada para pecinta.
Pernahkah kalian merasa berbahagia kala mendapat sms dari si dia. Dan dengan segera mungkin ingin membalasnya?  
Perhatikan, begitu pula lah seharusnya saat kita mendengar azan. Bersegera pula harusnya kita menghampiri.
Pernahkah kalian merasa takut membuat orang yang kalian cintai kecewa? Dan khawatir kalian akan dijauhi? 

Jumat, 30 Mei 2014

Resensi Novel Keping Hati



Judul : “Keping Hati”
Penulis : Rina Rinz, Falsist Hafidz
                         Blueboys, Susie Salwa, Mila,
                         Dona Ismed, Hasnawati
                         Qayyimah, Nieranita.
Penerbit           : Indie Book Corner
Cetakan           : I. Maret 2014
Tebal : 291 halaman
Ukuran : 19x13 cm
ISBN             : 978-602-1599-62-4
Peresensi        : Muhammad Agus Riwayanto
                          (Blogger, Reader, Writer wanna be)


Ketika Cinta Ditentang Sang Raja

Bicara soal cinta, ‘tiap insan pasti pernah merasakannya’. Terdengar seperti kutipan sebuah lagu memang. Namun begitulah adanya. Cinta yang kisahnya seringkali termonopoli oleh dua orang berbeda jenis. Antara laki-laki dengan perempuan, seolah tak ada habisnya untuk dibahas, diabadikan juga dikisahkan.

Bermacam-macam wajah cinta telah terekam, terbaca, bahkan terjalani dalam kehidupan nyata. Mulai dari cinta sejati yang berakhir indah, hingga cinta yang kandas dan menciptakan kenang dengan berbagai segi.

Buku ini pun hadir dengan membawa wajah cinta. Menghadirkan kisah klasik tentang sebuah hubungan dua insan yang cintanya diterpa cobaan. Disajikan dengan alur maju mundur dan memuat kisah dari beragam tokoh yang memiliki porsi masing-masing membuat buku ini berciri khas. Hampir tidak ditemukan tokoh yang sekadar tempelan, kecuali tokoh pemilik nama Rahayu.

Di awal-awal buku ini seolah menghadirkan sebuah cinta segitiga, namun seiring kedalaman pembaca menyelami kata-demi kata, kisah itu tak lagi bisa disebut ‘segi’. Melainkan sebuah

Sabtu, 17 Mei 2014

Rindu - Mimpi Baru

Oleh : AM. Hafs

Dendang-dendang rindu
Akankah hantuimu?
Uapkan ke langit tanpa coba melukis wajahku
Coba saja pandang kelebat awan itu

Tahukah?  
Takkan kautemui diriku
Jika kau mencari di awan yang sama
Karena kau tak pernah tahu awan mana yang kutunggangi

Dendang-dendang rindu
Di detik ini aku bertanya,
Apa arti tiap jatuh hujanmu?
Sedang kau tahu, akulah airmata
Di derasnya rintik embun, cinta

Dendang-dendang rindu
Di hembus ini aku bertanya
Apa arti dini hari buatmu?
Sedang kau tahu, akulah sang bayang
Terbuang di pekatnya malam

Cinta, dengarkanlah
Sekarang, hati ini telah menguntai warna lain
Warna hijau kaktus berduri
Kan acuhkan tiap embun dan dawat pilu

Cinta, dengarkanlah
Telah kututup mata dari pelangimu
Dan mulai berdendang dengan hujan panasku
Menarikan puisi, menyiulkan sajak syahdu
Dan mulai melangkah lagi
Mengejar mimpi baru

Malang, 17/05/2014

AM. Hafs

Selasa, 13 Mei 2014

Teman Sejati Penulis

Media sosial, seolah menjadi ladang basah bagi manusia untuk berkeluh kesah, atas masalah yang menimpanya. Hal itu dibuktikan dengan maraknya postingan-postingan yang isinya penuh dengan ratapan. Menjadi sebuah gambaran bahwa, hampir pasti lubang-lubang dan lika-liku mewarnai hamparan rute kehidupan tiap insan. Dan di antara lubang itu ada yang bernama

Parodi Jawa Bali

Jarum jam pendek tengah tergeletak di angka 6, menandakan pukul 06.00 WITA. Saat itu rombongan telah turun dari bus. Mereka bersiap menuju pantai Sanur, termasuk seorang lelaki bertopi merah dengan postur yang lumayan jangkung. Namun tak seperti lainnya yang berangkat dengan senyum seperti mekar mawar merah,  ia malah membawa wajah dengan

Membuat Bisu Kicauan Akun lain di Twitter

Media sosial seakan sudah menjadi bagian hidup dari manusia masa kini. Ada berbagai macam bentuk media sosial yang ada kini. Mulai dari yang luar negeri seperti facebook, twitter, instagram, path, google plus atau yang lokal seperti salingsapa, kaskus, dan kompasiana.

Masing-masing berlomba memberikan keunggulan dan membentuk ciri khas, demi menjaring pengguna sebanyak-banyaknya.
Bicara mengenai media sosial, adalah hal mengasyikkan saat kita memiliki banyak teman, tak cukup ratusan bahkan hingga ribuan, hal yang cukup sulit tentunya untuk memiliki teman sebanyak itu di dunia nyata. Apalagi, teman-teman di media sosial tak hanya dari satu kampung yang sama, melainkan bisa antar daerah bahkan manca negara.

Dari banyaknya teman tersebut jika diperhatikan, kemungkinan ada saja teman-teman yang

Gila Baca, Semoga Awal dari Gila Menulis

Menulis dan menulislah .... Kata itu sering terngiang. Memang benar, diri ini ingin sekali menulis, tapi sering pula ide tak kunjung menyapa. Maka saat-saat seperti itu kuhabiskan dengan membaca karya teman-teman, status atau berita-berita dari media online.
Dari sanalah, kemudian ide untuk menuliskan apa saja yang sedang kupikirkan berasal. Pokoknya harus nulis, minimal sehari satu tulisan. Entah itu puisi atau hanya sekedar curhatan.
Pagi ini, ingin kuawali sebuah tulisan dari hobi gila yang baru-baru ini kusadari, yakni membaca.
Kegemaran membaca, sudah merasukiku dari taman kanak-kanak. Aku suka membaca buku kakak sepupu yang SD. Teringat waktu itu ada cerita tentang Si Pitung, Kancil, dan beberapa dongeng lainnya. Sedangkan, saat TK sendiri aku menyukai komik si Panjul yang ada di bagian cover belakang majalah TK.
Kegemaran membaca cerita-cerita yang ada di buku paket sekolah berlanjut saat aku SD hingga SMA. Tiap baru membeli buku paket Bahasa Indonesia, hal pertama yang kucari adalah cerita atau dongeng.
Oh iya, saat TK, saking gemarnya membaca, tiap diajak ke pasar, aku suka mengamati dan membaca berbagai tulisan yang menghias di pinggir jalan. Baik berupa pamflet, papan nama atau yang lainnya.
Menginjak SMA, aku baru membaca yang namanya 'Novel'. Novel pertama yang kubaca, 'Laskar Pelangi', meminjam di Perpustakaan sekolah. Karena waktu itu novel tersebut banyak dibicarakan, membuatku penasaran. Sebelum-sebelumnya kurang suka membaca novel sebab bahasanya yang waktu itu kuanggap sulit.
Semenjak lulus SMA, dan mulai berpenghasilan, kegemaran membacaku semakin menjadi. Satu demi satu novel menghiasi meja kerja, yang terkadang dipakai belajar oleh adik perempuanku.
Setelah punya laptop, aku mulai menghemat. Koleksi bacaanku beralih ke e-book. Ada puluhan e-book yang berhasil kuunduh.
Oia, gara-gara kegilaanku dalam membaca, ada seorang teman yang sampai berkomentar lucu.

Senin, 12 Mei 2014

Hal Yang Lebih Sakit Dari Putus Cinta Dan Hal Terindah Dari Rindu

Dear eL,
Malam kian pekat
Tapi bayangmu masih setia berkelebat
Karenanya, ijinkan kupetik hitam
Dan kutuangkan dalam bait pelepas kelam
eL,
Kuingin kau tahu
Hatiku kini tengah meratap
Pada takdir yang terasa begitu jahat
Hati teriris miris
Sesak pun berlomba menombak dada
eL, mungkin kau ingin tahu, apa pasal hingga ku mengadu
Dengarkan,
kuakan mulai bercerita
Beberapa detik yang terlewat
Kuukir sajak tentang rindu
Sendu nan mengharu biru
Sajak itu terawali oleh sebuah tanya,
"Kau tahu eL, apa hal terindah dari rindu?"

Kamis, 01 Mei 2014

Noni Cewek Introvert (POV 2)

Kau meniupkan angin ke dalam balon sekuat tenaga. Perlahan tapi pasti, balon mulai membesar dan membesar. Mukamu pun mulai memerah dan pipi mulai membulat.
"Noni! Dicari kemana-mana, ternyata di sini. Eh? Elu ngapain sih?"
Dini berseru padamu yang sedang duduk di halaman belakang. Dia, teman baru, yang kamu kenal seminggu lalu, dan langsung akrab. Sebuah hal yang masih menjadi misteri buatmu. Mengingat kamu bukanlah type orang yang mudah bersosialisasi. 
Seolah tak mendengar seruan Dini, kamu masih terus meniup. Kamu lihat, perlahan balon semakin membesar, seiring dengan itu, warna hijaunya mulai memudar menjadi hijau muda.
"Noni ...! Hentikan! Ntar meletus, tuh!"
Kamu melirik Dini yang mulai gusar, Kamu tahu dari lipatan-lipatan kecemasan yang tercetak di wajahnya.
Dengan sedikit menyipitkan mata dan tetap memperhatikan Dini yang kini menangkupkan tangannya pada telinga. Kamu terus meniup balon dan ....
"Duarrrr!!!"
Balon meletus tepat di depan wajah dan bibirmu. Kamu merasa seolah kesemutan di wajah, dan sedikit panas di bibir. Kamu tersenyum menatap Dini, lalu tertawa lepas.
"Noni! Loe aneh, gila tau!"
Seringai senyummu kembali mengembang. Ada kepuasan dan kelegaan di dadamu. Seolah tali yang sedari tadi mengikat telah terlepas. Kini, kamu mengatur nafas, dan menahan kegelian melihat raut muka Dini yang penuh tanya.
"Jadi gi ...."

Anniversary, akhir atau awal?

Oleh : AM. Hafs

Menanti malam yang bisa saja menjadi muara kisah 
Atau malah awal episode.
Tak seperti sebelumnya, yang sekarang lebih bermakna.
6 Desember 2012, waktu ketika sebuah pintu perjalanan cinta terbuka.
Seminggu lagi ...

Cerpenku hilang (Fiksimini)

Kisah ini diawali dengan fajar yang memerah di pagi hari. Namun tak seperti beberapa pagi sebelumnya, karena pagi ini fajarnya seolah membarakan semangatku.
Setelah sejenak menikmati fajar tadi dan menghirup udaranya yang menyejukkan indera pembau, aku kembali ke kamar untuk melanjutkan menulis cerpen.
Aku kembali duduk manis di depan laptop. Jariku pun sudah berada di posisi, dan mulai berloncatan, semakin lama semakin cepat, seolah kesetanan. Hasilnya, hanya dalam beberapa menit berlembar halaman terpenuhi dengan huruf-huruf yang berjajar rapi.
Setelah selesai, baru kusadari kalau judulnya belum tertambatkan. Oia, ini cerpen tentang seri lain dari semut imut yang berjudul, "Semut imut di lembah marmut."

Jumat, 25 April 2014

Akibat Keusilan


Pagi buta, fajar juga belum menari, aku dikagetkan oleh ringtone gadget yang ikut rebah di sampingku.
Satu misscall dari nomor tak dikenal. Alisku bertemu. Sambil mengucek mata, kulihat ada satu sms yang masuk bersamaan dengan bunyi "Ping".

 Dasar cewek jalang, sukanya ganggu suami orang

Masih terheran, kubalas pesan itu.
Maaf ini sapa ya? And sapa yang ganggu suami orang?

Jumat, 04 April 2014

Cermin Bicara

Matamu indah, meski tak miliki bulu mata serupa barbie.
Matamu mempesona meski tak diteduhi alis tebal di dua sisi.
Memang tampak tak begitu ramah, tapi setitik tahi lalat sisi kiri
Di bawah sepasang kacamata cukup membuat wajahmu
merona.
Tapi entah, sudahkah karunia itu terbitkan syukurmu?
Duhai jasad beramanah kalbu, pernahkah terbayang?
Mata itu

Rabu, 02 April 2014

Usang Bayang

Usai sudah sebuah warta-warta
Gemerlapnya sebentar saja
Usai sudah jamuan merah merona
Meninggalkan kekosongan di
Dada

Akankah selalu berputar waktu
Dalam putaran yang sama saat
Mengenal roda cinta

Beginilah sunyi, meski seribu tawa selimuti
Tak lagi mampu nikmati rangkaian mata indah berpipi merah, semu

Ada rasa, terjerambab seolah
Di antara jarak, aku dan dia.

Kamis, 27 Maret 2014

Penggemar Animasi Petualangan? Wajib baca!

Ketika sedang membaca buku "No Excuse", karya Isa Alamsyah (Penulis) yang kupinjam dari mbak Nia Azkina, di halaman 82 aku menemukan nama Diane Sawyer. Tiba-tiba "Ting!" Otakku memutar sebuah rekaman kejadian di masa lalu. Bukan, bukan tentang sosok Diane Sawyer, karena aku tidak mengenalnya. Ya, meskipun di buku itu disebutkan bahwa dia adalah artis Amerika, tetap saja aku baru mendengarnya sekarang.

Lalu apa hubungannya Diane Sawyer dengan kenangan masa laluku? Hemm, ya... coba hilangkan nama depannya. Tertinggal kata Sawyer, nama belakang dari tokoh utama sebuah film animasi di masa lalu. Ada yang tahu nama depannya?

Bagi anda penggemar kartun, yang sudah lahir sebelum atau pas tahun 1991 pasti tahu. Film seri ini pernah diputar di salah satu televisi swasta. Ada yang belum ingat? Atau belum tahu? Baik, kuberi 'clue' lagi. Ini film seri animasi yang mengisahkan tentang anak yatim piatu, bandel, suka berkhayal. Bagaimana? Sudah tahukah?

Belum tahu juga? Oh ada yang tahu? Wah, anda beruntung karena pernah menyaksikan film animasi petualangan yang berkualitas dan penuh pesan moral. Bagi anda yang belum tahu jangan kecewa, anda bisa mencari dan melihatnya di 'youtube' dengan kata kunci, 'Tom Sawyer'.
Ada juga versi 'box office' versi non animasi. Penasaran? Selamat mencari. Dan bagi anda yang pernah menontonnya, selamat bernostalgia.

AM. Hafs

Anda pengunjung ke

Statistikku