Senin, 07 Juli 2014

Cerita Dari Pesantren Ramadhan

Pori-poriku menciut. Seolah sedang melindungi diri dari dinginnya udara pagi. Hari kedua di pesantren, aku diajak ke Petirtaan Jolotundo. Terletak di kaki Gunung Penanggungan. Menurut sejarah, tempat tersebut dulunya adalah tempat mandi dan semedinya Airlangga. (Tentang Airlangga klik di sini!)

Tempat bersejarah itu berada di timur Pondok Pesantren tempatku menjalani pesantren kilat. Jalan menuju ke sana menanjak. Namun sudah bagus, beraspal dan sebagian disemen. Di samping

Selasa, 01 Juli 2014

Dawai Renjana Hati di Tumpuan Semesta

Aku tak tahu apa itu sastra. Apakah sebuah gaya bahasa? Entah, aku lebih hafal bagaimana mengolah data-data, yang kerap berbaris manis di otak. Daripada mengolah untaian kata menjadi terlihat indah.

Aku tak mampu gambarkan, bagaimana indah gugurnya dedaunan bambu yang menguning. Tertumpuk dan lapuk hingga pijakan menjadi empuk. Karena aku lebih mengenal cara mencari rata-rata dalam tumpukan data.

Aku tak mampu mengolah dawat menjadi untaian mutiara. Karena jemariku lebih suka menggoreskannya menjadi lukisan penuh warna. Lukisan yang hanya bisa dipandang tanpa mampu dibaca.

Aku ... tak pandai membariskan bait yang bisa menyentuh kalbu. Yang aku tahu, aku hanya menuliskan warna alam. Seperti birunya Gunung Arjuna yang berdiri kokoh. Di mana tiap pagi kupandang saat masih berselimut awan putih di bagian badan. Kupandangi gunung itu yang sedang berjemur di hangatnya sinar mentari. Lalu aku terpejam menikmati udara khas Kabupaten Malang. Sejuk, entah harus bagaimana kugambarkan sejuk. Apakah dengan rasa dingin yang berbaris lembut memasuki hidung? Dan berlari ke sela-sela rongga dada? Lalu menghapus ribuan resah yang menempel di dalamnya? Entahlah. Yang kutahu, ucapan hamdalah meluncur dari sela bibir bersamaan dengan hembusan nafas.

Kubuka kedua mata ... kusaksikan bagaimana angin membuat daun-daun kelapa menari tanpa malu. Berdzikirkah mereka? Andai dapat kudengar suaranya. Dari loteng rumahku pula, terlihat genting yang menghitam. Seolah mengisyaratkan bagaimana perjuangan mereka. Tiap hari berjibaku melawan panggangan mentari. Genting ... apa yang hendak kauajarkan? Ketabahan? Entahlah. Mata telah berpindah sasaran pandang sebelum sempat mendengar jawabnya.

Kini, setelah puas menyendiri. Kujauhi bangku tempatku bersendu. Tegak berdiri. Melemparkan senyum pada alam. Indahnya ... mereka menoleh dan turut tersenyum bersamaku.

AM. Hafs

Anda pengunjung ke

Statistikku