Rabu, 26 November 2014

Sahabat

Sahabat, pada gelas-gelas kaca kumuseumkan segenap denting kisah. Membiarkan airnya ikut menggelombang, menyaksikan langkah hidup kita.

Sahabat, selalu ada rindu untuk berkumpul. Mengudarakan tawa penuh cinta. Melangitkan mimpi-mimpi masa muda. Bersenandung bersama, mengalahkan hangatnya api unggun yang terlingkari. Hal itu pula yang kini kuabadikan di dalam bayang gelas bening di atas meja tua.

Sahabat, denting gelas kan selalu jujur. Ia berdenting keras ketika dipukul keras, dan sebaliknya. Karena itu, aku berharap ... kisah klasik nan unik kita nantinya dapat berdenting sejujurnya. Berkisah hingga membuat anak cucu berkaca-kaca.

Minggu, 23 November 2014

Alasan Wudhu Sebelum Tidur

"Man, kalo udah ngantuk tidur aja."

"Bentar nih, Gus, tanggung."

"Mata udah merah masih juga maksa."

Maman hanya diam, fokus tingkat tinggi ke layar laptop. Persiapan presentasi besok pagi, katanya. Aku bangkit dari kamar tidur, menuju kamar mandi. Sekembalinya dari kamar mandi, Maman bertanya, "Abis ngapain?"

Kamis, 20 November 2014

Kisah Ulama Dahulu

Hari ini memperoleh cerita tentang masa lalu Mbah Mansur, pengasuh pondok Darul Ulum Asy-Syar'iyah di Daerah Jolotundo, Mojokerto.

Beliau mondok selama 25 tahun. Meninggalkan seorang istri dan dua orang anak. Sewaktu mondok di Syekh Mahmud Cirebon, Syekh mengabarkan jika putranya Si Mbah, yang waktu itu umur 5 tahun meninggal, Padahal Keluarga Si Mbah ada di Jombang dan waktu itu belum ada sarana telekomunikasi seperti sekarang. Itulah karomah Syekh Mahmud.

Pada waktu itu, Syekh Mahmud menawarkan agar Mbah Mansur pulang terlebih dahulu. Tapi beliau menolak. Lebih memilih menyelesaikan ilmunya.

Kisah ini mirip dengan cerita Syekh Muhammad Dimyathi, Cidahu, Banten. Biasa dipanggil Abuya Dimyathi. Suatu hari salah seorang putra beliau meninggal. Karena saking takutnya putra yang lain tidak berani membawanya ke hadapan Abuya. Hingga tiba saat mengaji, Abuya bertanya, "Mana Jayid?"
"Tidak ada," jawab salah seorang putra beliau.
"Tidak ada? Kemana?"
"Meninggal"
"Oou Mati, Yawes ngaji dulu." Diceritakan oleh guruku yang waktu itu mondok di sana. Beliau melanjutkan aktifitas ngaji sebagaimana biasa. Tanpa terlihat ekspresi kesedihan. Esok harinya, setelah pemakaman, malamnya tahlil sebentar dan mengaji lagi. Seolah tidak ada kata libur. Abuya sendiri, sakit separah apapun, beliau akan tetap mengaji. Sungguh, akhlak ulama terdahulu. Pondok abuya sendiri dianggap sebagai tingkat S2nya pesantren. Bahkan dunia kepesantrenan sempat geger, gara-gara Abuya mengajarkan Al-Umm, kitab legendaris karangan Imam Syafi'i.

Kembali ke Mbah Mansur. Sewaktu bercerita, beliau sempat menangis tersedu lama. Penyebabnya adalah karena beliau ingat salah salah seorang rekannya, Mbah Dol. Yang masyhur terkenal sebagai wali. Makam Mbah Dol di daerah pandaan. Mbah Mansur menangis karena beliau merasa malu, karena tidak bisa melakukan apa yang dilakukan Mbah Dol semasa hidup. Mbah Dol yang semasa hidupnya mengemis, ternyata itu adalah cara beliau menghabiskan rasa malu terhadap manusia. Lantas, semua rasa malu itu beliau berikan kepada Allah. Ya, hanya rasa malu kepada Allah yang akhirnya dimiliki Mbah Dol. Memang dan sering, corak kehidupan para wali tak bisa diterima akal sehat. Sebabnya satu, karena maqam kita takkan sampai memahami keluhuran maqam mereka.


AM. Hafs

Beginilah Aku Menyikapi, Perih

Di fajar ini, aku tertegun. Memikirkan dia, yang terkadang masih menari di antara perihku. Bukan perih karena dia pergi, tapi perih melihat caranya mengobati hati. Berloncatan dari hati ke hati. Andai dia tahu, seberapa kali pun dikejar, cinta semu akan tetap menipu.

Sedikit terbesit tanya, apa cintanya begitu dalam padaku? Hingga untuk menghapusnya, sampai harus mencari hati yang baru. Namun, tak bisa dipungkiri,  tiap manusia memang mempunyai cara yang berbeda, untuk menyikapi hidup.

Sahabat, daripada mengejar cinta semu yang baru, aku lebih memilih mengejar mimpi dan cita-cita. Menyibukkan diri memperbaiki diri dan mengejar cinta-Nya. Cinta yang pasti, haqiqi, abadi.

Banyak hal yang kupelajari dari terpisahnya kami. Aku menjadi lebih berhati-hati melabuhkan hati dan kepercayaan. Mengolah hati, agar tetap husnudzon terhadap qadha dan qadar Allah SWT. Mengolah sakit hati menjadi dendam positif. Dan meleburkan kekecewaan cinta dengan senyuman nyata.
Memang, awalnya hati ini tak menerima. Mengingat perjuangan yang terlewati, sebuah komitmen atas romansa harus kandas begitu saja. Tapi aku meyakinkan diri, inilah yang terbaik. Lalu berusaha mengolah sisi positifnya.

Aku terus merenung, dan menemukan beberapa kalimat penguat, "Untung baru dua tahun, bagaimana jika lebih? Untung masih sebatas komitmen, dan selama itu pula hanya berkomunikasi melalui gadget, karena saat bertemu langsung kami sama-sama malu, bahkan untuk sekadar menyapa, semoga hubungan yang terlewati itu tak banyak mengakibatkan dosa. Untung kami berpisah, kalau tidak mungkin dia akan terus tersiksa akibat hubungan yang tidak direstui. Untung kami berpisah, sehingga aku bisa fokus pada perwujudan mimpi-mimpi. Untung telah berakhir, sehingga tak ada lagi galau karena marahan atau sedihnya dia."

Begitulah aku mengolah pikiran, agar bisa merelakan apa yang telah terjadi. Kini, meski sudah jarang berkomunikasi, aku tetap mendoakan agar dia selalu dalam lindungan Allah SWT. Karena aku yakin doa tulus itu mampu menjadi obat, yang akan mengubah rasa cinta kepadanya menjadi rasa cinta kepada-Nya. Aamiin Ya Rabbal 'Alamiin.

AM. Hafs
20 November 2014

Rabu, 19 November 2014

November, I'll Be A Winner! Coz I am Dreamer!

Wahai lonceng-lonceng pagi. Kuharap esok kau berdentang lebih gigih. Karena malam ini, mimpiku hadir kala terjaga.

Wahai perih-perih masa lalu. Apa yang hendak kutabur? Selain senyum di fajar yang mengabur, nanti. Kau tahu? Tanpamu aku akan tetap menjadi seonggok tubuh yang mudah layu.

Kini kusadari, benarlah cerita bintang-bintang. Mendung hadir agar kita dipertemukan dengan selimut. Sebuah alur yang indah, bagi mereka yang mampu belajar. Karena memang, apa yang kita dapati pada detik ini adalah yang terbaik. Masa lalu cukup dikenang, dan pedihnya cukup menjadi pelajaran. Bahkan sangat boleh ditertawakan, karena memang ada beberapa kebodohan yang kita lakukan pada masa itu.

Sama seperti berlalunya mendung, langit baru dan celoteh bintang riang pasti kan menyambut.
Aku percaya, akan selalu ada alasan untuk tersenyum dan bersyukur, bagi mereka yang mengerti. Dan akan selalu ada alasan untuk mengeluh bagi mereka yang dibudak nafsu. Karena tak ada kepuasan di hatinya.

Sebab itu, di sunyinya pekat malam ini, kulantunkan puja-puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala hikmah dan nikmat yang dianugerahkan. November, lets be a winner! We are fighting dreamer!

AM. Hafs
Malang, 19 Nov 2014

Anda pengunjung ke

Statistikku