Senin, 04 Januari 2016

Senin Rasa Anggur

Senin selalu saja riuh. Bukan hanya cuitan emprit kaji di dahan pohon mangga atau encit di pupohon kelapa, tapi juga cuitan akun-akun di media sosial berlogo burung biru.
Ada yang menunjukkan cuitan semangat menatap hari senin, walau tetap saja ada rasa berat beranjak dari kasur. Ada pula yang menunjukkan kelesuhan, tapi juga tetap berangkat demi tuntutan tanggung jawab.
Sedang bagi blogger pengangguran sepertiku, semua hari nampak sama. Tiap hari targetnya pun tak jauh beda. Blogwalking, menjelajahi beranda, menjelajahi lini masa, menengok situs berita, menulis status, menulis apapun di blog.
Sesekali meluangkan waktu jalan-jalan. Menyegarkan otak, agar tidak jadi kaum kupik, kurang piknik. Walau pun sekadar jalan-jalan ke depan rumah, lihat situasi, lalu balik lagi ke kamar, jalan-jalan melalui jendela dunia. Ditemani secangkir minuman hangat.
Terhitung, tujuh bulan sudah aku menjadi pengangguran. Sesekali memburu event untuk mengumpulkan uang jajan.
Jujur, baru sekarang ini merasakan predikat pengangguran. Karena dari semenjak lulus SMA, aku langsung kerja dengan rutinitas yang sama selama lebih kurang lima tahunan.
Menganggur itu rasanya bebas tak bebas. Karena ketika ingin kemana-mana, dompetku kosong. Beda saat masih kerja dulu.
Dan yang lebih parah, sebagai pengangguran, seharusnya aku lebih produktif menulis di blog, tapi kenyataannya aku tetap saja penulis moody. Menulis hanya ketika sedang mood. Kebiasaan buruk.
Di tahun baru ini, saatnya mengubah itu. Sebab bagi pengangguran, Senin itu rasa anggur.

AM. Hafs

Jumat, 01 Januari 2016

Hidup Butuh Tagline

Setelah berakhirnya tahun 2015, aku menyadari bahwa sebuah target itu memang perlu. Renungan yang lahir ketika tadi aku bertanya pada diri sendiri, "Apa yang telah kucapai di 2015?" Aku tak mampu menjawab. Sebab tahun kemarin memang hampir tak membuat target selain ingin secepatnya lulus. Dan Alhamdulillah meleset, menyisakan beberapa juz.
Karenanya tak perlu memandang heran ketika banyak kepala di awal tahun ini, menuliskan berbagai resolusi. Bahkan, seorang Azrul Ananda sampai membuat sayembara yang berhadiah satu juta di Jawa Pos. Atau bila porsi masalah tentang memandang orang lain lebih diluaskan, akan seperti quote ini, "Jika pernah gagal akibat melakukan sebuah misi, jangan lantas meremehkan seseorang yang tengah melakukan misi yang pernah gagal kita lakukan." Hal tersebut malah hanya menunjukkan betapa sempitnya pandangan. Mengukur orang lain hanya dari kaca mata kita.
Namun, dalam hal menulis resolusi ini, aku lebih tertarik untuk menuliskan di buku harian, daripada di sosial media. Rasanya lebih privat saja dengan sang pencipta. Dan dalam kaca mataku, resolusi itu sebenarnya lebih ke target pribadi, bukan ajang pamer diri atau prestasi. Memang tak semua resolusi mengandung dua hal tersebut, tapi kembali lagi, ini hanya pandanganku semata. Dan tak lantas ternilai lebih baik dari mereka yang menuliskannya di ranah umum.
Selain resolusi, tagline pun tak kalah penting. Jika sahabatku di tahun kemarin membuat tagline #Makeithappen dan tahun ini #Neverlosehope, aku membuat tagline #Waktunyamembalas. Terkadang, satu kalimat bisa memberi energi lebih. Seperti sebuah mantra. Barangkali ada yang ingat kalimat, "Aal iz well?" yah, kurang lebih seperti itulah.
Di ujung tulisan, sudah selayaknya kulangitkan syukur untuk apa-apa yang terjadi di tahun kemarin. Karena ada yang menjanjikan bahwa siapa saja yang bersyukur, maka nikmatnya akan ditambah. Aku beriman atas janji itu, sebab yang menjanjikan adalah Dzat Yang Tak Mungkin Menyalahi Janji.
.
AM. Hafs
Singosari, 1 Januari 2016

Anda pengunjung ke

Statistikku