Kamis, 30 Juli 2015

Jangan Buang Alat Elektronikmu yang Rusak!

Ternyata, kegiatan menyimpan barang-barang elektronik rusak selama ini berguna. Ada empat buah headset rusak, yang satu rusak speakernya dan yang satu rusak colokannya. Dulu sudah kucoba untuk menyambungkan, tapi gagal. Malam ini, baru kutemukan bahwa akar masalahnya ada di kabel. Warna merah dan hijau pada kabel, merupakan lapisan agar kutub min dan plus tidak sambung. Dan cara menghilangkannya cukup dibakar sebelum disambung. Namun jangan dibakar semua, sisakan bagian pangkal untuk mencegah kedua kutub bersatu.

Mungkin ada yang tersenyum getir membaca ini, tapi tak apa. Maklum saja, karena aku belajar kelistrikan secara informal. Dari mengamati bapak dan beberapa teman yang kuliah kelistrikan.

Jika boleh mengingat-ingat, agaknya kegemaran bongkar pasang barang non maupun elektronik telah kulakoni semenjak balita. Tak terhitung jumlah mainan, entah itu robot-robotan atau mobil-mobilan yang jadi korban. Bahkan untuk kategori elektronik sendiri, aku pernah membuat percobaan ngawur gara-gara rasa penasaran.

Senin, 13 Juli 2015

Muhasabah Sebelum Kembali Menepi (yang Bisa Jadi Akan Gagal Lagi)

Setelah beberapa hari ini jemariku lincah berkhotbah di beranda facebook dan komunitas kepenulisan. Beberapa waktu setelahnya aku merenung. Menghisab cacat diri juga hati. Di samping untuk sebuah asa akan perbaikan, juga agar aku tak punya waktu menghitung cacat orang lain. Dari renungan itu, kuhasilkan beberapa patah-dua patah kalimat berikut.

Betapa bahagianya orang-orang yang bisa tuli dari pujian. Tak sepertiku, yang buncah ketika sebiji jempol menempel di karyaku. Padahal simbol jempol itu bisu dan absurd. Sebab suka tak berarti bagus.

Jauh dan Harap, Rindu


Jauh di wajah rembulan, aku menari-nari. Berharap di suatu malam kau memandangiku dan terhibur.

Jauh di lubuk hati, kumainkan gitar. Berharap antara nadiku dan nadimu saling berbisik lalu mengirimkan denting demi denting petikanku.

Kini, di pagi yang mulai membuka mata, aku berdansa dengan angin. Disaksikan telaga warna dan hamparan pasir putih. Berharap getar derap langkahku disampaikan bumi. Lalu menggelitik hatimu untuk turut berdansa di balik jarak dan waktu.

Ah aku ingat. pernah suatu malam aku nekat meloncati mimpi. Mengendap-endap memasuki mimpimu. Bersembunyi di balik pohon yang teduh di sana. Mengintipmu yang tengah bermimpi meniup dandellion, lalu mengamatinya hingga terbang jauh dan menghilang. Seolah kau tengah menitipkan pesan pada seseorang padanya.

Sebelum mentari terbit dan matamu terbuka. Aku kembali berjingkat-jingkat keluar dari mimpimu. Dan tatkala aku telah sampai di 'rumah', kudapati puluhan dandelion merebah di meja mimpi bertuliskan "Rindu".

Sekuat tenaga kutiup melalui jendela. Berharap mereka sampai sebelum senyum mentari sambangi pandanganmu. Setelah sebelumnya kuajari mereka tentang sebentuk kata, "Terima kasih."

AM. Hafs
Singosari, 13-07-15

Anda pengunjung ke

Statistikku