Senin, 13 Juli 2015

Muhasabah Sebelum Kembali Menepi (yang Bisa Jadi Akan Gagal Lagi)

Setelah beberapa hari ini jemariku lincah berkhotbah di beranda facebook dan komunitas kepenulisan. Beberapa waktu setelahnya aku merenung. Menghisab cacat diri juga hati. Di samping untuk sebuah asa akan perbaikan, juga agar aku tak punya waktu menghitung cacat orang lain. Dari renungan itu, kuhasilkan beberapa patah-dua patah kalimat berikut.

Betapa bahagianya orang-orang yang bisa tuli dari pujian. Tak sepertiku, yang buncah ketika sebiji jempol menempel di karyaku. Padahal simbol jempol itu bisu dan absurd. Sebab suka tak berarti bagus.

Betapa bahagianya orang-orang yang bisa cuek terhadap penghargaan. Tak sepertiku yang kian sombong dan bangga ketika membaca sebaris dua baris penghargaan di kolom komentar. Kalau boleh mengutip liriknya Sheila On 7, "Mungkin jiwaku, masih haus sanjungan kalian."

Bisa jadi itulah kenapa aku belum pantas merengkuh apa yang disebut kesuksesan. Bisa jadi itulah kenapa aku masih 'seolah' berjalan di tempat.

Allah, memang Maha Tahu terhadap yang terbaik untuk hambanya. Di sisi lain, semakin aku menulis, semakin aku terlihat sebagai pemalas. Sebab lupa waktu. Berdiam di atas kasur dan terpekur di depan layar laptop. Bisa jadi Dia tengah berkata, "Kuberi inspirasi setitik saja engkau sudah lalai dengan tanggung jawab yang lain. Takkan kunaikkan kelas, sebab sepertinya kamu belum mampu dan dewasa membagi waktu."

Lalu, kusampaikan pula pada seseorang, "Ada atau tidaknya dirimu, yang paling menentukan tetaplah diriku sendiri." Untuk melengkapi catatan ini izinkan aku mengutip teguranmu, "Kelemahanmu? Kau tidak tegas terhadap diri sendiri." Mungkin kalau aku pinokio, hidungku sudah bisa untuk mencuri mangga tetangga, sebab seringnya 'berbohong'.

AM. Hafs
Singosari, 13-07-2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda pengunjung ke

Statistikku