Kamis, 16 Januari 2020

Aku Ingin Menulis Lagi dengan Riang Gembira

Dulu, aku bisa menulis apa saja dalam bentuk apa saja sesuka hatiku. Tapi beberapa waktu belakangan, semakin banyak aku membaca, semakin aku merasa tak punya apa-apa untuk ditulis. Mau menulis tentang Islam, sudah banyak yang lebih ahli bermunculan.

Beberapa waktu belakangan, aku juga mulai menjauhi dunia politik. Menjauhi hal-hal viral. Dan mencoba tak memikirkannya sama sekali. Namun, lingkungan seolah menarikku untuk membaca dan menghiraukan mereka.

Penulis di era digital harus selalu update isu terbaru. Berebut pembaca melalui kecepatan unggahan. Membuat tulisan-tulisan yang menarik. Sedangkan aku ... saat ini merasa lelah untuk itu.

Lalu benang takdir membawaku ke dalam pengasuhan seorang Tasaro GK. Melalui Klub Juru Cerita yang dibuatnya, aku dicekoki ilmu baru. Dasar jurnalistik. Aku mengenal hardnews, softnews, belajar lagi tentang 5W+1H. Lalu mengenal yang namanya news feature dan feature.

Ilmu baru itu membawaku pada sudut pandang kepenulisan yang baru. Membawaku pada metode penulisan yang baru. Aku menyebutnya sebuah metode tentang cara menulis suatu kejadian dengan pendekatan humanisme.

Walau begitu, lagi-lagi tanpa praktik, ilmu itu hanya akan menjadi pisau berkarat nan tumpul. Karenanya, aku berniat mengasah lagi dan lagi. Terlebih, aku iri ketika melihat teman-teman yang karir menulisnya seangkatan denganku telah berorbit ke lintasan berbagai media massa.

Yah, semua tahu bahwa masing-masing orang punya lini masanya sendiri. Namun, iri dalam hal kebaikan adalah hal yang dianjurkan. Apalagi di bawah pengasuhan seorang Tasaro aku mendapat secercah sudut pandang. Bahwa menulis tidak harus bertujuan untuk mengubah sudut pandang orang lain, namun kita bisa menulis untuk mewakili mereka yang sepemikiran tapi belum mampu mengungkapkan.

Menulis, sebuah jalan panjang yang terjal. Tanpa tekad dan niat, ia hanya akan menjadi imajinasi yang tak pernah mewujud. Pada titik ini, aku ingat bahwa aku punya mimpi untuk membumikan Al Qur`an. Mengubah kandungan satu ayatnya menjadi satu kisah hikmah. Maka, tak pernah ada kata terlambat untuk sebuah kebajikan. Yang ada hanya sesekali kita butuh mengatur napas, sedikit langkah mundur, untuk sebuah ancang-ancang dan melompat dengan gemilang.

AM. Hafs
Malang, 16 Januari 2020

Anda pengunjung ke

Statistikku