Senin, 21 September 2015

Satu Cinta, Tiga Hati

Andai saja yang mencintaiku kini hanya satu. Sepertinya hari-hariku akan penuh dengan namanya seorang. Pun dengan isi blog ini, akan penuh pujaan terhadap dirinya. Akan penuh dengan senandung pahit manis cinta. Seperti beberapa tahun lalu, ketika seorang yang kucintai pergi ke penjara suci.

Berlembar-lembar serat rindu kutulis di buku catatan. Tengok saja beberapa penggal kalimat yang menurutku paling romantis.

14/13/07 03:28 PM WIB
Alunan rintik hujan menemani suasana hatiku. Percakapan dan pertemuan denganmu adalah hal yang selalu kunantikan. Sayang, aku senang mendengar kabar baikmu. Terima kasih buat pean yang tak pernah lelah menasehatiku dan mendoakanku. Bulir air mata ini mengiringi rintik hujan yang turun adalah rinduku.

Aku membacanya dengan sedikit tersenyum geli. Cinta benar-benar bisa membuat seseorang menjadi begitu "alay" dan lebay. Syukurlah, masa-masa patah hati itu telah terlewati dengan manis. Pun tak ada niat untuk memusnahkannya. Karena bagaimana juga, itu adalah kisah hidup yang indah.

Datang dan pergi. Cinta dan benci. Pertemuan dan perpisahan. Begitulah dunia ini. Semua diciptakan berpasangan. Karenanya semua hal harus kutakar secukupnya. Seperti pesan Nabiku.

Kembali tentang dua hati yang kini mendiami rasaku. Sebelumnya adalah sebuah kemustahilan. Tapi ketika aku berharap ini mimpi, yang ada hanyalah kepahitan secangkir kopi.

Tak bisa lari. Harus kuhadapi. Berusaha berada di tengah-tengah sebaik yang aku bisa. Walau kadang-kadang aku merutuki diri. Kenapa malah condong ke salah satu? Apa aku mempermainkan? Hah, pertanyaan yang terus menghantui.

Penaku, Pena (t)uhan

Penaku bertalu, bukan tuk kau seduh. Lalu kau beri cap. Lalu kau putuskan untuk tetap mengecap atau pergi dengan senyap.

Penaku menari, bukan tuk buatmu gerakkan kaki. Lalu kau gerutui. Atau kau caci maki. Atau kau rutuki. Atau ... kau tempeli puja-puji.

Penaku berlari. Untuk dunia sepi. Tanpa suara, walau di dalamnya musik mengalun indah. Tanpa gerakan, walau di dalamnya orang berlarian.

Penaku ... untuk terjemahkan isi hati. Membuat dunia dan mendapukku sebagai tuhan di dunia itu.

Sebagai tuhan ber-Tuhan. Adalah harus, untuk tetap menjaga kesadaran. Tentang, di sisi mana duniaku dimintai pertanggungjawaban.

AM. Hafs
Singosari 21/9'15

Menanti Kinanti

Berpadu padan detak nadi
Napasku menekuri sunyi
Menyapa halimun di ujung pagi

Kunanti kinanti
Sembuhkan jelaga hati
Biarkannya mengalun lirih

Usap kuusap hati
Jemariku memilah biji rindu
Dari ujung ke ujung pilu

Hari demi hari
Lakuku kian kaku
Terperangkap tempurung tapi

Adakah fajar segera terbit?
Lalu adzan tegakkan tumit
Membuat setan lari terbirit

Hitam kelabu
Bukan pekat seperti hatiku
Nyatanya aku masih menunggu

AM. Hafs
Singosari, 21/09/2015

Minggu, 20 September 2015

Kisah Cinta Playboy Kompleks

Aku merasa, apabila dirupakan drama korea, sinetron, atau telenovela, cerita hidupku sekarang akan membuat banyak penonton geregetan. Bagaimana tidak. Aku yang pemalas ini bisa punya banyak kekasih. Tak pernah telat makan. Walau pekerjaanku hanya keluyuran.

Tapi semenjak kejadian salah satu kekasihku hamil. hati ini rasanya enggan kembali menjalin cinta. Ada rasa berdosa dan bersalah. Walau untungnya, kekasihku itu pergi jauh bersama anak-anak. Meninggalkanku sendiri. Pun kutinggalkan semua kekasihku.

Setahun sudah berlalu. Aku masih sering merenung sendiri. Diam di rumah dan lebih sibuk bermalas-malasan. Hingga suatu hari salah seorang sahabat datang ke rumah.

Di hadapan sepiring makanan lezat dan semangkok susu, ia bercerita bahwa aku kini tengah menjadi buah bibir banyak wanita pendatang. Mereka bilang aku ini alim dan baik. Hanya karena tak lagi sering berkeliaran. Temanku bercerita sambil tertawa miris dan mungkin juga pedih. Miris karena ia tahu semua baik burukku dan pedih sebab ia bujang lapuk yang belum pernah memiliki kekasih.

Satu-dua minggu belakangan, aku mulai kembali berkeliaran. Sekadar melepas penat. Nongkrong pinggir jalan dengan kawan-kawan. Dan kembali iseng menggodai beberapa perempuan baru di komplek.

Hingga suatu malam minggu, ada gadis manis yang membuatku jatuh hati. Senyum dan kerling matanya ketika kami bersitatap, benar-benar membuat tubuhku bergetar. Hatiku? Jangan tanya. Seperti berlompatan. Dari beberapa kawan aku mengetahui, ia gadis pendatang. Ada di komplek sudah sebulan yang lalu. Tapi jarang menampakkan diri.

Semenjak kejadian itu, aku mengordinir kawan-kawan untuk nongkrong di depan rumah gadis itu. Hampir tiap malam aku bernyanyi di depan rumahnya. Sampai beberapa kali aku diguyur air comberan. Apa suaraku sebegitu falsnya? Aku tak ambil pusing dan tetap gigih bernyanyi untuknya. Lalu tepat di malam ke tujuh belas, di bawah purnama, ia keluar. Membalas nyanyianku.

Diri ini tertegun ketika ia berjalan ke arahku. Dunia tiba-tiba terasa menjadi begitu lambat dan hening. Aku melangkah maju, menyambutnya. Suitan kawan-kawanku tak lagi kuhiraukan.

Kami berdua lantas masuk ke dalam rumah dan bermesra di taman miliknya. Seolah kami sudah mengenal lama, begitu alami dan intim. Percakapan romantis mengalir, sampai-sampai, karena terbawa nafsu tanpa sadar aku telah memeluk erat tubuhnya dan hendak merengkuh bibirnya. Andai saja tak kudengar suara perempuan berdehem. Aku terkejut dan menoleh.

"Ka-kamu ...?"

"Iya, kenapa? Kukira kau akan lupa." Sorot matanya tajam. Gadisku beringsut dari pelukan. Wajahnya memerah. Ia berjalan ke arah perempuan itu. Meninggalkanku dengan keringat yang serasa keluar dari seluruh tubuh. "Apa tak cukup kau lakukan perbuatan bejatmu padaku? Sampai-sampai kau pun hendak menggagahi putrimu sendiri?"

"Pu-putriku sendiri?" Aku menatap gadis itu. Ia menunduk. Tampaknya semua ini telah direncanakannya. Lututku dan gigiku bergetar tanpa terkendali. Seluruh birahiku menciut.
"Tidaaak! Tidak! Tidaak!" Aku berteriak tanpa sadar. Memori kelam di masa lalu tiba-tiba hadir menghunjamku bertubi-tubi dan ...,

"Byur!"

Sekaleng air comberan kembali mengguyurku. Aku terkejut dan mengeluarkan suara-suara tak jelas, "Mreoong! Mreoung."

Berkonyong-konyong kembali ke rumah dengan tubuh menggigil. Menemui majikanku yang kubayangkan telah siap dengan sehelai handuk hangat, sepiring makanan lezat, dan semangkok susu pembentuk tulang kuat.

AM. Hafs
Singosari, 20-9-2015

AM. Hafs

Jumat, 18 September 2015

Secarik Pesan untuk Perempuan Perduku

Tepat satu bulan, beranjak dari usia kedua puluh empat. Ingin rasanya aku berkirim kata hati pada perempuan pertamaku, ibu.

Bu, kadangkala aku ingin sesekali kembali ke pangkuanmu. Bermanja di sana lalu menuntaskan seluruh keluhku. Tentang apapun. Tapi tak pernah bisa. Bahkan sejak kecil aku sudah terlalu takut untuk mengungkap isi hatiku padamu. Kecuali ketika aku benar-benar sudah merasa tak berdaya. Sebab, entah kenapa aku takut membuatmu terbebani. Sedang aku sendiri masih belum bisa keluar dari peran sebagai bebanmu.

Bu, kalau saja saat ini aku bisa bermanja di pangkuanmu, ingin sekali kutumpahkan segala resah dan rasa. Tentang hati, tentang impian, dan semuanya. Agar aku bisa memperoleh petuah keramatmu. Lebih-lebih soal perempuan yang kini tengah selimutiku.

Dari dulu, Bu. Dari dulu sekali, semenjak aku mulai mengenal cinta ... aku selalu takut jika sampai ketahuan olehmu. Maka dari itu, aku berusaha berjalan sendiri. Menjelajah nama demi nama. Hati demi hati. Belajar menyelami hati perempuan. Walau sejatinya aku tahu, yang paling mengerti perempuan adalah kaum mereka sendiri.

Ingin sekali aku bercerita tentang dua nama yang kini tengah mengisi hati. Barangkali engkau marah, Bu, ketika mendengar ini. Karena menganggap anakmu ini tengah mempermainkan hati perempuan. Tapi, sungguh, Bu. Atas namamu, aku tak berniat seperti itu. Apalagi aku punya adik, putri kesayanganmu. Hanya saja, entah kenapa, aku tak mampu memilih salah satu. Bahkan sepertinya aku lebih tega untuk tak memilih keduanya, Bu. Di sinilah aku merasa ... membutuhkan bantuanmu.

Tapi, dari watakmu, aku bisa menduga-duga. Barangkali nasehatmu akan seperti ini, "Selesaikan dulu tanggung jawab quranmu. Tanggung jawab terhadap masmu. Setelah itu baru berpikir tentang perempuan." Ta-tapi, Bu ... ketika membuat keduanya menunggu, aku merasa tak nyaman. Aku merasa berdosa atas dua hati ciptaan Rabbku.

Inginnya, hanya satu nama. Lalu aku tenggelam dalam satu doa, dalam satu cinta, selagi aku dan ia mengejar cita. Sedang, tetap saja aku tak mampu untuk menyakiti salah satu.

Bu, sebagai seorang perempuan yang paling mengertiku dan mengerti perempuan itu sendiri. Ingin sekali aku bisa meminta saranmu dari keramatnya lisanmu untuk memilihkan satu. Satu yang paling cocok dengan hatimu. Ya, hatimu ... bukan hati labilku ini, yang suka condong ke kanan dan ke kiri seenak hati.

Pada akhirnya aku cuma bisa berandai-andai sembari menahan sesak dan perih di ulu hati. Sebab dari dulu ... aku lebih sering ditolak. Kali ini, sekalinya ada yang menerima diri ini dengan segala kekurangan. Aku malah menghadapi situasi yang serba salah. Hingga akhirnya aku mencoba untuk pasrah. Meski yang terlihat seperti mematikan hati.

Bu, barangkali engkau berkenan hadir di mimpiku. Agar aku tak malu merealisasikan semua pengandaian tadi. Lalu engkau pilihkan satu nama untukku dan merangkul nama yang lain ke dalam pelukmu. Agar ia tak merasakan sakit sebagaimana sakit-sakit yang pernah aku rasakan di masa lalu, ketika mencintai. Bisakah, Bu?

Akhirnya, hanya mampu berharap. Semoga Penciptamu kabulkan rintih putramu yang belum sepenuhnya patuh ini, Bu. Aamiin

AM. Hafs
Sgs, 18915

Jidat Penjual Sunnah

Entah kenapa, Hasbi melihat dahi-dahi mereka dengan tatapan lurus tanpa kedip. Bahkan mengikuti gerak mereka hingga menghilang dari balik pintu.
.
"Hasbi?" Aku mencoba mengalihkan perhatiannya, yang terpaku ke arah pintu keluar.
.
Hanya isyarat telapak tangan yang kuterima darinya. Aku lantas melanjutkan makan siang, begitu juga lelaki paruh baya itu.
.
Seusai makan siang, sewaktu berjalan kembali ke pasar, aku bertanya, "Kenapa tatapanmu tadi?"
.
"Entah ...."
.
"Maksudmu entah?" Dahiku berkerut, "memang apa yang kali ini kau lihat?" kejarku.
.
"Penjual Sunnah."
.
"Di dahi mereka?"
.
"Iya ...." Dia lalu mengangkat bahunya dan berujar, "Tak perlu diseriusi."
.
Aku hanya menggaruk kepala. Bagaimana tak kutanggapi serius, sedang aku tahu siapa yang ia tatap. Salah seorang tetanggaku yang kerap kali menulis hadits-hadits di skun facebooknya.  Hadits tanpa matan, tanpa perawi. Hanya ada tulisan berawal sabda Rasulullah dan diakhiri bagikanlah agar mendapat pahala. Yang lebih parah lagi, tetangga itu tiap malam minggu bermain kartu denganku di pos ronda. Tak jarang sampai hilang subuh.
.
Mengingat semua itu, keringatku menderas. Dengan sedikit ragu aku bertanya, "Rin?"
.
"Iya?"
.
"Apa yang kau lihat dijidatku?"
.
"Sama sepertiku."
.
"Ahli surga?" Senyumku melebar. Mengingat ia adalah seorang lulusan pesantren yang terkenal sholeh. Tak pernah absen mengimami sholat lima waktu di masjid. Kecuali jika ada udzur syar'i.
.
"Bukan," jawabnya ringan.
.
"Eh? Lalu?"
.
"Ahli Neraka."
.
Tiba-tiba pandangku berkunang-kunang dan ... gelap. Sebelum kemudian terbangun dengan kondisi tergeletak di serambi masjid.
.
(Dikembangkan dari sebuah kisah sufi di masa lalu.)
AM. Hafs
Sgs, 18915

Kamis, 10 September 2015

Mengenali, Susu dan Setan

"Belum dikatakan mengenal seseorang ketika hanya mengenalnya dari satu sisi."

Petuah dari guru SMPku itu masih membekas. Lalu terbawa kepada masa kini, di mana aku menemukan keluarga baru. Keluarga yang kebanyakan masih terlihat dari satu sisi.

Bersyukur ketika bertemu dengan seseorang yang terlihat sisi buruknya dulu, sebab ketika siai baiknya muncul, hatiku akan merasa malu. Ternyata ia lebih baik dariku.

Tapi ... adalah ujian, ketika di hadapkan pada manusia-manusia setengah dewa. Mereka adalah bom waktu dengan membawa sumbu-sumbu kebaikan. Apabila suatu saat sisi buruknya terungkap, aku harus siap. Siap menerima kekurangan itu, atau pergi menjauh tanpa sekalipun melupakan kebaikan sekecil apapun yang mereka berikan.

Jujur, hal terakhir itu yang paling susah. Kalau boleh mengambing hitamkan seseorang, aku akan menyalahkan penemu peribahasa, "Nila setitik, rusak susu sebelangga."
.
Tengok saja, di tengah banyaknya masyarakat yang kekurangan gizi, sangat mubadzir menyia-nyiakan susu sebelangga. Apalagi kalau cuma untuk membuktikan, "Apakah nila setitik bisa merusak susu sebelangga?" Kenapa tak memakai satu gelas saja? Ya, satu gelas saja jatahnya sendiri. Jangan sebelangga. Khawatir kalau masuk media online akan jadi hujatan. Gara-gara eksperimen itu, ia akan dihukumi temannya setan. Tahu kan maksudku? Padahal temannya setan itu ya mereka yang waktu minum susu tidak baca doa.

AM. Hafs
Malang, 10915

Yuk Ikutan GiveAway #Eventtitle Happy One Lovrinz Publishing. Berhadiah 5 buku untuk 5 pemenang. Klik di sini!

Selasa, 01 September 2015

Give Away #EventTitle Happy One Lovrinz

Kulo nuwuuun ...
Halu para sahabat dan para lovriners!

Ada kabar gembira! Dalam rangka perayaaan harlah setahun Lovrinz publishing, --sampai saat ini sudah menerbitkan 80-an judul-- Lovrinz mengadakan give away #EventTitle. Apaan sih?

Yup yup, #eventtitle ialah membuat karya bebas berupa prosa atau puisi. Syarat utamanya, karya tersebut harus mengandung satu atau lebih dari 50 judul terbitan lovrinz. Semakin banyak judul yang digunakan akan menambah point penilaian.

Hadiahnya? Jangan khawatir! Ada 5 judul buku untuk 5 karya terbaik. Boleh kirim sebanyak-banyaknya. Batas akhir pengiriman karya, Senin, 7 September 2015, pukul 12:59 WIB. (Diperpanjang sampai tanggal 14 September 2015 karena ada kelalaian dari PJ event)

Syarat lainnya :
-Bagikan info ini di wall fb masing-masing dengan menyertakan ucapan harlah Lovrinz dan sebuah doa untuk Lovrinz Publishing.
-kirim karya ke email m.agus.r18@gmail.com dengan subjek : EventTitle_(nama akun fb)_(jenis karya : prosa atau puisi)_(judul karya)
-Tag akun Ajeng Maharani, Penerbit Lovrinz dan PJ event Muhammad Agus Riwayanto pada saat membagikan kiriman ini. (Yang belum berteman dan kepingin mengikuti event ini, inbok dulu saat mau add friend. Terima kasih)

Yang belum tahu judul-judul terbitan Lovrinz mengunjungi isbn.perpusnas.go.id search berdasarkan penerbit dengan kata kunci lovrinz.
Selamat berkarya!

Matur nuwuuun!

Anda pengunjung ke

Statistikku