Senin, 08 Desember 2014

Ketika Rindu Tak Berpintu

Tahukah engkau, butiran-butiran rindu yang mengembun di talas hati? Setelah semalaman tadi rintik.
Berseluncur ke sana kemari, dalam diamnya otak kiri.

Tahukah engkau, bagaimana cara ia menggigilkan hati? Sungguh, tak mampu ditelan ainku.

Sepurnama tadi ... Lebih dari selaksa puja pada-Nya, terapal indah. Hanya untuk mengalirkan renjanaku, pada tempat seharusnya dan menghitamkan bayangmu di pekat malam.

Lantas, sepi dan beku tetap memenjarakan semua inginku.
Adakah engkau tahu?
Cara lain mengatasi ini?
Karena aku terlalu jengah dengan balada laba-laba bermuka dua.

Ia mengejekku melalui denting jaringnya. Mengalunkan nada-nada sendu. Membuat bayangmu tak kunjung keruh.

Kini, haruskah aku memaki benang merah? Yang menautkan ain kita di purnama kedua belas?
Ataukah engkau berkenan, mengautkan segala yang tercerai dari hati ini?
Menyusunnya menjadi pintu, untuk kubuka dan merengkuh kembali sabitmu yang telah pergi.

Atau dengan terpaksa, biarkan aku beramnesia. Agar semua perih itu gugur bersama mimpi indah masa lalu. Hingga aku mampu, menatap seminya harapan baru di ujung pagiku, yang sendu.

AM. Hafs
Malang, 08 Desember 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda pengunjung ke

Statistikku