Senin, 22 September 2014

Dinda

Dinda ...
Remah-remah kisah beradu pada bebintang nan jauh. Tak tahu apa hendak diucap. Hanya jemari yang berloncatan, menyusun tiap kekata. Kosong atau kebingungan? Entah. Yang pasti, Dinda ... bekas-bekas senyummu menolak untuk berpisah.
Dinda ...
Apa hendak dikata? Kala daun-daun cinta bergugur tanpa kenal masa. Tanpa menunggu rasa mereda. Tanpa beriku kesempatan 'tuk siraminya lagi. Dinda ... kutahu kaulelah, tapi berlari pada renjana lain secepat itu? Aku menganggapmu tak berkaidah.
Dinda ...
Kini aku tengah menanjak bukit. Bukit kepasrahan yang sebelumnya tak kumiliki. Berharap bertemu edelweis. Ya, mungkin aku kau anggap bodoh, mencoba menemukan edelweis di bukit. Tapi suatu saat kau akan tahu, bukit mana yang aku daki.
Dinda ...
Disaksikan kesunyian, di pembaringan segala luka menganga yang tak kunjung kering. Kulepas serat-serat namamu yang bersemayam di kalbu. Kujadikan serat-serat itu benang semangat, lalu kusulam menjadi sayap. Terbang bersama angin mimpi. Menuju dunia baru. Dunia yang akan merenda senyumku untuk keabadian.
AM. Hafs
Singosari, 22 September 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda pengunjung ke

Statistikku