Senin, 08 September 2014

Andai Ibuku Penulis


Andai Ibuku seorang Penulis, mungkin telah terekam bagaimana aku berguling di tanah. Menangis, menjerit dan meraung, saat permintaan untuk dibelikan mainan tak dipenuhi.
Andai Ibuku seorang Penulis, beliau pasti menceritakan tentang celotehku sewaktu baru bisa membaca. Membisingkan penghuni angkot dengan mengeja beragam pamflet, banner dan berbagai tulisan di sepanjang perjalanan menuju pasar.

Andai Ibuku seorang Penulis, pasti telah terabadikan kisah tentang kenakalanku. Dimana sewaktu kelas 1 SD berkelahi dengan siswa kelas 3 SD. Akhirnya di hukum di kantor dengan berlinang air mata. Atau tentang kebohonganku meminta uang jajan yang ternyata dipakai untuk sewa game, hingga akhirnya dihukum oleh Bapak. Dicambuk lidi beberapa kali dan baru berhenti ketika beliau tahu, lalu seketika itu berdiri di depanku dengan linangan air mata.

Andai Ibuku seorang Penulis, sayangnya bukan. Beliau hanya seorang Ibu yang kasih sayangnya tak mampu diungkapkan melalui kata-kata. Beliau hanya seorang Ibu, yang tak pernah lelah menasehati. Beliau hanya seorang Ibu, yang ingin kedua buah hatinya menjadi orang yang tak hanya pintar namun juga mengerti. Beliau hanya seorang Ibu, yang tak ingin anak-anaknya mengalami kesulitan sebagaimana masa lalunya. Dia hanya seorang Ibu, yang ingin menjadi Ibu terbaik bagi anak-anaknya. Dia hanya seorang Ibu, dari dua anak yang tak henti berusaha meraih mimpi untuk membahagiakannya.

Andai Ibuku seorang Penulis, sayangnya bukan. Tapi beliau adalah wanita yang lebih hebat dari penulis. karena tanpa disadari aku diajarinya menulis setiap lembar hidup yang terlewati.

AM. Hafs
Malang, 06/09/2014

(Untaian terakhir tambahan dari Mbak Rosa Linda Asmanu) ^^ Trims

2 komentar:

  1. Andai ibuku bisa membaca, mungkin beliau akan menikmati karya-karyaku dengan netranya yang teduh dan penuh ketulusan. Tapi sayang,beliau tidak bisa membaca. Beliau hidup di zaman susah, ketika negeri ini dijajah oleh bangsa kolonial yang memeras habis hasil bumi dan kepintaran anak bangsa. Salah seorang yang jadi korban zaman adalah ibuku. Beliau anak petani jelata, yang tak mungkin bersekolah, karena tak diperbolehkan oleh sang penguasa pada zamannya.
    Tapi, sungguh, aku kagum sama beliau. Beliau adalah pencerita ulung, tentang hidup,budi pekerti, dan agama. Dengan hati dan jiwa beliau membaca karya-karyaku. Dengan untaian doa dan air mata beliau selalu mengiringi langkah dan kreativitasku. Sampai akhir hayatnya,beliau adalah pembaca setia karya-karyaku: dengan hati dan jiwa yang tulus! (Beliau wafat di usia 80 tahun, pada hari Jumat, 28 November 2014),

    BalasHapus
  2. Subhanallah, semoga mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT. (:

    BalasHapus

Anda pengunjung ke

Statistikku