Jarum jam pendek tengah tergeletak di angka 6, menandakan pukul 06.00 WITA. Saat itu rombongan telah turun dari bus. Mereka bersiap menuju pantai Sanur, termasuk seorang lelaki bertopi merah dengan postur yang lumayan jangkung. Namun tak seperti lainnya yang berangkat dengan senyum seperti mekar mawar merah, ia malah membawa wajah dengan
cetak lukis kegelisahan.
Beberapa kali ia memandangi layar telephon genggam. Sesekali menempelkannya pada pipi dan daun telinga sebelah kanan. Sepertinya sedang menghubungi seseorang.
Cukup lama ia seperti itu, rombongan pun hanya meninggalkan sopir dan kenek ketika wajahnya mulai cerah.
Ada senyum juga ada gurat kejengkelan saat panggilannya mulai tersambung.
"Assalamu'alaikum, ada apa, Bi?" tanya dari seberang sana, remaja berusia 15 tahun.
"Wa'alaikumussalaam, kok lama ngangkat telponnya? baru bangun, Mat? Sudah jam 6 ini, gak sholat subuh? Cepet siap-siap! Jangan sampe telat sekolahnya, nanti sarapannya kamu ke rumah mbah," cerocosnya pada Rahmat, putra pertama. Kalau seperti ini siapa bilang yang bisa cerewet cuma perempuan? Hehe.
Di seberang pulau sana, tepatnya sebuah desa di Kab. Malang, si Rahmat garuk-garuk kepala, kebingungan. Lalu dengan hati-hati Ia sampaikan, "Maaf, Abi, Rahmat barusan selesai sholat, emmm, di sini masih jam 5."
***
Sepertinya tak usah kuceritakan ekspresi lanjutan dari lelaki itu. Di samping tak ingin mempermalukan seseorang, juga karena si Rahmat itu... aku.
AM. Hafs
26114
cetak lukis kegelisahan.
Beberapa kali ia memandangi layar telephon genggam. Sesekali menempelkannya pada pipi dan daun telinga sebelah kanan. Sepertinya sedang menghubungi seseorang.
Cukup lama ia seperti itu, rombongan pun hanya meninggalkan sopir dan kenek ketika wajahnya mulai cerah.
Ada senyum juga ada gurat kejengkelan saat panggilannya mulai tersambung.
"Assalamu'alaikum, ada apa, Bi?" tanya dari seberang sana, remaja berusia 15 tahun.
"Wa'alaikumussalaam, kok lama ngangkat telponnya? baru bangun, Mat? Sudah jam 6 ini, gak sholat subuh? Cepet siap-siap! Jangan sampe telat sekolahnya, nanti sarapannya kamu ke rumah mbah," cerocosnya pada Rahmat, putra pertama. Kalau seperti ini siapa bilang yang bisa cerewet cuma perempuan? Hehe.
Di seberang pulau sana, tepatnya sebuah desa di Kab. Malang, si Rahmat garuk-garuk kepala, kebingungan. Lalu dengan hati-hati Ia sampaikan, "Maaf, Abi, Rahmat barusan selesai sholat, emmm, di sini masih jam 5."
***
Sepertinya tak usah kuceritakan ekspresi lanjutan dari lelaki itu. Di samping tak ingin mempermalukan seseorang, juga karena si Rahmat itu... aku.
AM. Hafs
26114
Perbedaan WIB dan WITA memang jarang terasa di kehidupan sehari-hari,hehehe.
BalasHapusHehe bener, apalagi posisinya pas lagi liburan :D
BalasHapusnice post gan :D
BalasHapusjangan lupa kunjungi blog saya juga ya gan :P
http://adikatulistiwa.wordpress.com/
hohoi okeee
Hapus