Rabu, 12 Maret 2014

Perjuangan Semut

PERJUANGAN SEMUT

Seekor semut hitam beranjak dengan kalut. Baru saja sumringah karena menginjak usia dewasa, langsung mendapat tugas menjadi agen rahasia. Mengemban misi mencari makanan untuk koloni.
Pengalaman pertama, masih melangkah tak tentu arah. Memang, agen rahasia adalah pekerjaan mulia, tapi Ia juga tahu bagaimana bahayanya. Apalagi jika sudah bertemu dengan hewan yang lebih besar atau yang paling parah, bertemu manusia.

Semut imut tak bernyali ciut. Meski dari gurat wajahnya terlihat sedikit gundah, karena khwatir tak mampu menjalankan tugas dengan sempurna. Tapi hal itu tak berapa lama, segera dia baca doa keluar rumah dan melangkah dengan gagah.

Jauh sudah jarak termangsa langkah. Syukur alhamdulillah tak ada rintangan berarti, meski sumber makanan belum jua ditemui. Semut imut masih gigih. Ia terus saja mencari. Berbekal tawakkal dalam hati dan keyakinan bahwa ikhtiarnya tak akan sia-sia. Di suatu tempat, pasti rezeki dari-Nya tengah menanti.

Setelah mengelilingi lantai, kini ia beranjak ke sisi kiri. Merayap naik pada sebuah kursi.


“Aku lebih hebat dari cicak,” katanya bangga.


Sejurus kemudian ia sampai di puncak tertinggi. Diedarkan pandangan kesemua sisi. Terlihat di seberang sana seorang lelaki tengah sibuk dengan sebuah laptop merah

“Wah, sepertinya ahli IT.” Matanya berkaca-kaca, Bukan karena kagum pada lelaki berkacamata. Tapi pada benda disampingnya. Rezeki berupa remah roti.

“Makanaaaaan!” teriaknya girang.

Segera ia tulis kordinat beserta situasinya. Sisi tengah ruangan, di atas meja putih, jalur aman berada di arah jam 9 dari lubang sarang. Catatan : Waspada untuk lelaki berkaca mata. Ada tempat persembunyian di arah jam 3 dari target untuk antisisapi keadaan darurat. Lalu dikoreksinya kembali, karena jika salah maka semua pasukan bisa binasa. Dan …, ya, ada salah eja di sana yang tak sesuai dengan EYD (Ejaan Yang Disempurnakan), 'antisisapi' seharusnya 'antisipasi'. Cepat ia betulkan dan berlari dengan kencang ke lubang sarang.

Dengan nafas tersengal ia memasuki sarang, berteriak dan seketika menjadi pusat perhatian.

“Komandaaaaan!, Komandan!” teriaknya heboh. Seperti ekspresi anak kecil ketika mendapat hadiah kejutan, Sesaat kemudian sang Komandan menghampiri dengan gagah.

“Berhenti berteriak!” sergahnya.

“Ma… af, Ko-ko-mandan,” jawab semut imut sambil mengatur nafas. Diserahkan catatan tentang lokasi makanan tadi pada Komandan. Komandan mengambil kertas itu dan mulai membaca seperti seorang guru yang sedang mengoreksi tugas sekolah.

“Tulisan rapi, informasi lengkap, dan apa ini?” batinnya. Dilihat sebuah kata dengan sebuah coretan satu garis horizontal.
“Antisisapi?” Tapi sejurus kemudian ia baca tulisan diatasnya, “owh … antisipasi ….”

“Baik, informasimu akan kami tindak lanjuti dan disebarkan ke seluruh koloni agar pasukan yang baru pulang segera menyusul”, lanjut komandan.

“Gitu doank?” ceplos Semut imut yang langsung reflek menutup mulutnya.
Komandan hanya menggeleng, kemudian berkata,

”Kita ini pasukan tanpa bayaran, jangan mengharap penghargaan. Yang kita lakukan semata demi kelangsungan hidup koloni, belajarlah ikhlas, itu akan membuat hidupmu tenang. ”
Semut imut hanya nyengir lalu duduk dan mengatur nafas.

“Oke, istirahat Segera menyusul saat pasukan kedua datang,” perintah Komandan.

“Siap,” jawab Semut imut tegas.

“Pasukaaan, siaaaap grak!” teriaknya menggelegar. Dan sejumlah pasukan semutpun berbaris rapi, seperti barisan umat muslim yang akan mendirikan sholat ketika mendengar suara iqomah.

“Shaf rapatkan luruskan,” ceplos Semut imut lagi, dan langsung mendapat pelototan dari Komandan. Semut imut pun lagi-lagi hanya menunduk sambil nyengir. Semut imut kita ini memang bergaya slenge’an. Untungnya dia punya otak yang bisa diandalkan.

***
Komandan beserta pasukan berangkat dengan berbekal informasi dari Semut imut tadi. Berjalan beriringan, sesekali bersalaman saat bertemu sang kawan yang beranjak pulang. Pasukan sampai pada titik aman pertama.

“Pasukaaaaan! Berhentiii grak!” teriak Komandan memberi aba-aba.

“Mulai dari sini pasukan menjadi tiga formasi. Pasukan pertama saya pimpin menyelinap lewat sisi kanan dinding. Pasukan kedua mengikuti Wakil komandan lewat bawah meja putih, dan pasukan ketiga, para pelari cepat, bersiap mengganggu dan menjadi pengalih perhatian bila musuh mengancam”, tegas Komandan memberi arahan.

“Jelas?” teriak komandan menegaskan kembali.

“Sir yes, Sir!” jawab Pasukan kompak. Ketiga kelompok pasukan menuju kordinat masing-masing. Berjalan cepat dan mengendap tanpa suara, lebih hebat dari ninja.

***

Kondisi aman, lelaki berkacamata masih sibuk membaca karya postingan kawan-kawan di dunia maya. Pasukan pertama dan kedua telah tiba di masing-masing kordinat, hanya tinggal menunggu aba-aba dari pasukan ketiga. Sesaat kemudian aba-aba berupa sobekan kertas kecil dijatuhkan, pertanda bahwa Pasukan ketiga telah bersiap di posisi.

“Serbuuuu!” teriak Sang komandan diikuti langkah kaki kedua pasukan.
Mereka mengelilingi remahan roti, bahu membahu mengangkatnya. Satu persatu remahan roti diangkat. Namun, hidup memang penuh rintangan, di saat kondisi terasa aman, tanpa diduga, datang seekor lalat mengancam, pasukan petarung bersiap. Terjadi pergulatan sengit, seekor semut tertendang, lainnya tetap melawan, Lalat kuwalahan, dan akhirnya menyerah lalu terbang.

"God joob!" puji Komandan.

Di tengah wajah-wajah sumringah, tak ada yang menyangka jika kemenangan itu menimbulkan masalah baru. Dengungan Lalat mengganggu lelaki berkaca mata. Akibatnya, gerak-gerik pasukan Semut pun ketahuan. Pasukan ketiga menyadari itu, mereka pun bersiap ke medan perang. Mereka berlari memutari layar laptop, mempertaruhkan nyawa. Jari-jari lelaki berkacamata mulai mengejar dan sebagian semut pelari berlari lebih kencang, saling bahu membahu melindungi dan mengalihkan perhatian. Dan, “cetuk” sentilan jari lelaki memakan korban. Seekor semut terpental dan terbaring lemas di lantai. Semua semut pelari segera berlari menuju kawannya tadi. Ah, syukurlah hanya luka ringan meski semut itu pingsan.

Pasukan pembawa remah semakin tergesa, bergerak lebih lagi. Tinggal sedikit lagi sebelum remah terbawa semua. Lalat kembali menghampiri, pasukan petarung kembali menghadang untuk melindungi koloni. Dengungan lalat mengganggu lelaki berkacamata, kini tatapannya tertuju pada mereka. Tangan lelaki mengibaskan tangan dengan cepat, tak hanya mengusir lalat tapi juga membuat sebagian pasukan semut sekarat.

“Bahaya!! Tinggalkan remah! Bersembunyi semua!” seru sang Komandan.
Seketika pasukan bubar berlari kelimpungan ke segala arah mencari tempat sembunyi. Lelaki berkacamata mengejar Lalat keluar ruangan yang secara tidak langsung menjadi pengalih perhatian. Pasukan semut pun mempunyai waktu untuk menyelamatkan diri.
Tak terdengar lagi dengungan Lalat, mungkinkah sudah mati? Tak ada yang tahu. Komandan masih mengawasi ketika lelaki berkacamata kembali. Di sisi lain, Lelaki berkacamata mengedarkan pandangan ke meja putih. Tak tampak ada semut yang berkeliaran. Hanya beberapa tergeletak, terlihat mati. Dan Lelaki berkacamata kembali sibuk dengan Laptopnya, membelakangi meja putih.

***

Tak berapa lama Semut imut datang dengan pasukan tambahan. Melewati jalur kolong meja dan langsung menghadap ke Komandan yang berada di persembunyian. Terlihat hanya lima ekor pasukan semut bersamanya, sedang membawa remah.

“Komandan!” panggil Semut imut pada Komandan yang sedari tadi terus mengawasi keadaan sekitar.

“Wah, kau hadir di saat yang tepat,” sahut komandan.

“Semuanya, dengar perintahku!” seru Komandan pada pasukan yang dibawa Semut Imut.

“Kalian menyebar, beri tahu ke pasukan yang telah memperoleh remah untuk segera kembali ke sarang. Sedang pasukan yang tidak memperoleh, perintahkan untuk cepat menghampiri dan mengangkat yang tergeletak dan segera juga dibawa ke sarang! Remah roti yang tidak terambil tinggalkan saja! Kalian paham?” kata Komandan memberi arahan.

“Sir, yes Sir!” sahut pasukan.

“Menyebar!” perintah Komandan, dan pasukan mulai menjalankan tugas.
Setelah informasi tersampaikan, Pasukan pun bersatu lagi dan berduyun-duyun kembali ke sarang. Separuh dari pasukan petarung berada di depan, dipimpin Komandan. Berjaga-jaga dari gangguan. Disusul yang membawa korban terluka dan cidera, baru kemudian pembawa remah roti mengikuti. Di barisan paling belakang, separuh lain pasukan petarung melindungi. Termasuk Wakil Komandan dan Semut imut.

***

Sesampainya di sarang, mereka disambut bak pahlawan. Gegap gempita membuncahkan rasa bangga. Remah rotipun dibagi rata ke seluruh koloni, tanpa iri tanpa dengki. Tak akan ada di benak mereka untuk menyembunyikan remah roti dan dimakan sendiri. Meski bisa saja mereka melakukan itu dan berdalih, 'Ini kerja keras kami', tapi tidak, keihklasan dan kejujuran diajarkan sejak dini, apalagi mereka itu semut, bukan manusia tak berbudi.

AM. Hafs


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda pengunjung ke

Statistikku