Senin, 07 Maret 2016

Masih Tentang Februari, Surat Kepada Bapak

Tanggal 2 Februari kemarin adalah hari jadi bapakku. Pada dinding facebook, aku mengadu keresahan yang akan kuhadirkan ulang di laman ini.

Persembahan Kecil di Hari Jadi Bapakku (2 Feb 2016)

Bapak, hari ini pada kurun setengah abad lebih yang lalu engkau menatap dunia. Walau aku tak tahu bagaimana wajah yang engkau hadirkan kala itu, tapi aku bisa memastikan engkau lahir dengan membawa suara memekik dan air mata. Sebab belum pernah kudapati ada bayi yang lahir kemudian tertawa ngakak seperti penonton 'komedi berdiri', dan  lucunya, tangis itu disambut gembira oleh kedua orang tuamu.

Bapak, ada banyak kemiripan kita. Sehingga, walau tanpa tes DNA aku yakin jika engkau memang bapakku. Salah satu kemiripan kita yaitu, dalam hal pendidikan kita tak terlalu memedulikan teman. Dalam artian kita tak ragu dan tak malu berangkat sekolah atau mengaji sendirian. Membiarkan teman-teman yang lain bergerombol kesana kemari. Begitu cerita emak kepadaku. Barangkali, kalau zaman sekarang, engkau akan dijuluki sok alim.

Mungkin engkau tak tahu, Pak. Zaman SMA dulu aku juga terbiasa sendirian. Ketika semua teman lelaki menerlambatkan diri masuk kelas seusai istirahat, aku sendirian yang masuk kelas tepat waktu. menjadi satu-satunya pejantan tangguh di antara dua puluhan kaum hawa. Karena kebiasan itu, aku sukses mendapat julukan kuper. Lucu sekali, kenapa bukan playboy ya? Heheu.

Bapak, satu hal yang patut aku banggakan darimu. Yakni, ketika suatu hari ada orang yang menjahilimu. Tapi, engkau tetap saja mampu berpikir dan berbuat baik. Barangkali oleh pemuda sekarang engkau akan dijuluki lugu. Lugu dalam artian sebenarnya, bukan lucu 'gundek'. Aku tak sampai hati bercita-cita menduharkai engkau. Walau uang jajan tak lagi kuterima semenjak bekerja.

Pak, suatu hari aku berkunjung ke rumah nenek. Beliau memberi wejangan kepadaku agar jadi anak yang patuh. Nenek bercerita, bahwasanya engkau dulu adalah anak yang patuh. Berbeda denganku, yang di masa kecil dulu pernah menantangmu main pedang-pedangan saat aku hendak engkau cambuk, gara-gara tidak mau berangkat ngaji. Apa engkau masih ingat, Pak? Ah, betapa menjengkelkannya aku waktu itu.

Nenek pun berkisah kembali, "Bapakmu itu dulu, kalau ngaji gak nunggu disuruh dan seringnya, ia ngaji secara sembunyi-sembunyi. Sampai-sampai ada tetangga yang bilang, Anakmu itu mbok ya disuruh ngaji. Jadi ya gitu, gak tahu kapan ngajinya, tahu-tahu pas ada acara nikahan tetangga, bapakmu jadi wakil penyerahan pengantin." Kata nenek, kejadian itu sukses membungkam tetangga yang sempat nyiyir tadi. Ah iya, nenekku tak sefasih itu berbahasa indonesia, seperti bocak kekinian yang tak tahu apa itu selawe atau suwidak. Beliau bercerita memakai bahasa Jawa.

Terakhir, ijinkan aku menghela napas untukmu, Pak. Sebab di usiamu saat ini, aku belum mampu membuat engkau bangga sebagaimana yang telah engkau lakukan kepada orang tuamu dulu. Hanya doa dan tulisan ini yang bisa kuberikan di hari jadimu, yang mungkin engkau sendiri tak ingat. Karena mengingat hal semacam ini bukan sebuah adat keluarga kita.

Pak, semoga engkau diberi keberkahan umur sampai nanti bisa menggending cucuku. Ya, cucuku. Bukan hanya cucumu. Diberi pula keberkahan rizki, kesehatan jasmani rohani, kesabaran lebih, dan kenikmatan ibadah. Selamat hari jadi, Pak. Dari anakmu yang akan selalu menjadi bocah di matamu.

Ditulis ulang dengan sedikit revisi.
AM. Hafs
Singosari, 07 Maret 2016

2 komentar:

  1. Balasan
    1. Terima kasih kunjungannya, Bro. Sila tulis alamat web buat kunjungan baliknya. ^^

      Hapus

Anda pengunjung ke

Statistikku